Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kesehatan tengah mempelajari tuntutan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) yang mendesak adanya kenaikan tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) setelah delapan tahun terakhir tidak mengalami penyesuaian.
Tarif INA CBGs adalah rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi hingga iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan kepada rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan terkait.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan kementeriannya masih perlu mengkaji kembali masukan yang disampaikan oleh sejumlah pemangku kepentingan sebelum memenuhi tuntutan dari asosiasi rumah sakit swasta itu.
“INA CBGs itu melibatkan semua pihak, kita pelajari dulu ya,” kata Kunta melalui pesan WhatsApps, Senin (3/1/2022).
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) bakal melayangkan gugatan hukum kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buntut tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) yang tidak kunjung mengalami kenaikan selama delapan tahun terakhir. Rencananya, gugatan itu bakal disampaikan pada awal Februari tahun ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Ichsan Hanafi mengatakan gugatan itu buntut dari kekecewaan fasilitas layanan kesehatan atas sikap Kemenkes yang tidak kunjung menaikan tarif INA CBGs sejak 2014.
Baca Juga
Sementara, Ichsan menerangkan biaya pokok produksi seperti gaji sumber daya manusia (SDM), logistik hingga layanan medis umum mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“Untuk poin-poin gugatan sudah ada, tunggu dulu ya, rencananya akan dilayangkan mudah-mudahan awal Februari ini,” kata Ichsan melalui sambungan telepon, Senin (3/1/2022).
Ichsan menuturkan asosiasinya sudah berulangkali meminta Kemenkes untuk melakukan penyesuaian tarif INA CBGs. Hanya saja, dia mengatakan, permintaan itu belum mendapat tanggapan dari Kemenkes.
“Sebetulnya tarifnya itu di Undang-Undang [Sistem Jaminan Sosial Nasional] setiap dua tahun sekali mesti ditinjau, penyesuaianlah ya, harus ada kenaikan itu yang kurang ditepati,” kata dia.
Saat ini, dia mengatakan, asosiasinya tengah berkonsultasi dengan penasihat hukum untuk meminta masukan ihwal jalur hukum yang dapat ditempuh untuk melayangkan gugatan itu.
Berdasarkan Buku Statistik JKN 2015-2019, rerata biaya satuan klaim per kunjungan pada kategori Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya.
Misalkan pada 2015, rerata biaya satuan klaim pada kelas 1,2,3 sebesar Rp287.623. Pada 2016, rerata biaya satuan klaim sebesar Rp286.121. Selanjutnya pada 2017, biaya satuan klaim tercatat sebesar Rp296.777 sementara 2018 sebesar Rp299.057. Belakangan, rerata biaya klaim pada 2019 mencapai Rp304.261.
Tren yang sama juga terlihat dari distribusi rerata biaya satuan klaim per admisi rawat inap tingkat lanjut (RITL) menurut hak kelas perawatan selama delapan tahun. Rerata biaya satuan klaim seluruh kelas sebesar Rp4.710.827 pada 2015. Selanjutnya rerata itu mengalami penurunan menjadi Rp4.560.623 pada 2016.
Di sisi lain, rerata itu kembali mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi Rp4.806.550 dan pada 2018 mencapai Rp4.747.547. Rerata biaya satuan klaim itu menjadi Rp4.683.632 pada 2019.