Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Susun Dokumen Taksonomi Hijau, Pembiayaan Ramah Lingkungan

Hadirnya Taksonomi Hijau akan membuat Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam acara Capital Market Day di London, Inggris, Jumat (29/10/2021), mengajak investor mancanegara untuk menanamkan investasinya di pasar modal Indonesia seiring dengan prospek pemulihan ekonomi./ OJK.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam acara Capital Market Day di London, Inggris, Jumat (29/10/2021), mengajak investor mancanegara untuk menanamkan investasinya di pasar modal Indonesia seiring dengan prospek pemulihan ekonomi./ OJK.

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama berbagai lembaga terkait sedang menyusun dokumen mengenai taksonomi hijau.

Upaya ini bertujuan mempercepat program pembiayaan dengan prinsip berkelanjutan di sektor jasa keuangan.

“Dengan semakin meluasnya pembiayaan yang mendukung upaya perlindungan lingkungan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia, maka dibutuhkan dokumen Taksonomi Hijau sebagai acuan dalam menyamakan bahasa tentang kegiatan usaha atau produk dan jasa yang tergolong hijau,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (11/12/2021).

Taksonomi hijau dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sektor berdasarkan kegiatan usaha yang mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim. Konsep ini telah sejalan dengan definisi di beberapa negara lain seperti EU Green Taxonomy dan China Green Catalogue.

Taksonomi hijau bersifat sebagai living document dan terbuka untuk mengalami penyesuaian dalam konteks pengembangan klasifikasi dan bentuk kegiatan usaha baru dan sejalan dengan penegasan Presiden RI atas komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim di UN Climate Change Conference ke-26 (COP26).

Wimboh menekankan bahwa Taksonomi Hijau ini akan menjadi salah satu capaian atau kebijakan nasional, bersama dengan beberapa inisiatif di sektor-sektor lainnya seperti percepatan dekarbonisasi BUMN, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, perdagangan karbon, maupun peta jalan pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), yang diharapkan dapat direalisasikan dengan baik, sehingga mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia.

Dengan hadirnya Taksonomi Hijau, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.

Dalam diskusi yang digelar pada Jumat (10/12/2021) hadir narasumber dari 43 Direktorat Jenderal di 8 Kementerian teknis terkait yang memaparkan ambang batas (threshold) atas sekitar 2.700 sektor dan subsektor untuk dikategorikan menjadi hijau (do no significant harm), kuning (slight harm), dan merah (do significant harm).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 885 sub sektor telah dapat dipetakan secara rinci dan diklarifikasi ambang batasnya oleh kementerian teknis. Selanjutnya, 872 subsektor diantaranya telah memiliki threshold yang telah dan akan diatur oleh kementerian terkait, sementara 13 sub sektor diusulkan langsung masuk kategori hijau.

Dalam Taksonomi Hijau yang akan dirilis dalam waktu dekat, OJK memetakan sektor prioritas dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan 11 Kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KKUBL) dalam POJK No.60/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) ke dalam sektor dan subsektor sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

Selain Taksonomi Hijau ini, sejumlah langkah strategis OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan yang sudah dan sedang disiapkan antara lain:

  1. Kesiapan operasionalisasi bursa karbon sesuai kebijakan pemerintah.
  2. Pengembangan sistem pelaporan lembaga jasa keuangan yang mencakup green financing/instruments sejalan dengan penerbitan taksonomi hijau.
  3. Pengembangan kerangka manajemen risiko untuk industri dan pedoman pengawasan berbasis risiko bagi pengawas dalam rangka penerapan risiko keuangan terkait iklim.
  4. Pengembangan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible terhadap keuangan berkelanjutan.
  5. Peningkatan awareness dan capacity building untuk seluruh pemangku kepentingan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper