Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta agar Indonesia tidak terlalu asyik melakukan ekspor bahan baku mentah.
"Di hampir seluruh belahan dunia sekarang, sudah mulai berpikir tentang bagaimana mendorong kedaulatan ekonomi masing-masing negara. Di Indonesia, kita jangan terlalu asyik dengan ekspor-ekspor bahan baku mentah," katanya pada acara Digital Technopreneur Fest dan Technopreneur Campus FORBIS 2021, Jumat (19/11/2021).
Menurut Bahlil, masa "keemasan" Indonesia terkait dengan ekspor sejumlah komoditas telah berlalu. Contohnya, ekspor kayu, tembaga dan emas, serta perikanan.
Terkait dengan ekspor kayu, Bahlil menyebut tidak ada satu pun perusahaan nasional yang masuk 10 besar pemain mebel dunia. Pada sisi emas dan tembaga, mantan Ketua Umum BPP HIPMI ini menilai masa keemasan ekspor komoditas tersebut juga sudah hampir habis.
"Kemudian kita punya masa keemasan komoditas ikan, tapi kita sudah kalah saing dengan Vietnam dan Thailand. Karena, mereka punya industri yang sudah sangat bagus," tuturnya.
Saat ini, Bahlil mengatakan Indonesia fokus pada hilirisasi nikel secara utuh untuk menjadikan Indonesia pemain utama baterai mobil listrik dunia. Salah satu investasi yang sudah terwujud dalam rencana besar Indonesia untuk membuat ekosistem industri baterai mobil listrik adalah pabrik di Karawang, Jawa Barat.
Baca Juga
Pabrik tersebut merupakan kerja sama investasi antara LG Energy Solution asal Korea Selatan, dengan BUMN dan swasta Indonesia. BUMN yang berperan pada kerja sama tersebut adalah PT Indonesia Battery Corporation (IBC) yang terdiri dari Mind ID, Antam, Pertamina, dan PLN.
Total nilai kerja sama itu adalah sebesar US$9,8 miliar atau setara dengan Rp142 triliun. "Investasi terbesar pascareformasi yang Indonesia miliki," ucap Bahlil.
Seperti diketahui, ekspor komoditas memang masih mendorong kinerja perdagangan Indonesia. Pada Oktober 2021, kinerja ekspor didorong oleh ekspor migas yang tumbuh sebesar 66,84 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sedangkan ekspor nonmigas meningkat sebesar 52,75 persen (yoy).
Perkembangan ekspor pada periode tersebut dipengaruhi oleh harga komoditas yang meningkat tinggi, misalnya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik sebesar 13,3 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau 114,87 persen secara tahunan (yoy).
Di samping itu, beberapa komoditas yang mengalami peningkatan harga di antaranya batu bara yaitu sebesar 27,58 persen mtm, minyak kelapa sawit 10,62 persen mtm, dan minyak kernel sebesar 26,62 persen mtm.
Pada saat itu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$22,03 miliar sehingga mendorong tren surplus berlanjut ke-18 kalinya, sebesar US$5,74 miliar.