Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil hulu mencemaskan kenaikan tarif listrik PT PLN (Persero) seiring rencana implementasi pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batubara senilai Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) tahun depan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kenaikan tarif listrik pada perusahaan milik negara itu tidak terhindarkan setelah implementasi pungutan karbon itu.
Kendati demikian, Redma menuturkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan PT PLN belum sampai pada keputusan definitif ihwal skema pembayaran pungutan karbon tersebut.
Redma berharap pemerintah dapat memberikan subsidi tambahan kepada PLN seiring pelaksanaan kebijakan pajak karbon itu. Harapannya, kata dia, kenaikan tarif listrik itu dapat ditekan agar tidak berdampak serius pada biaya produksi.
“Kalau listrik PLN naik lagi tentu akan menambah pengeluaran kita, mau tidak mau kita akan mengarahkannya ke harga jual, tapi kita belum tahu berapa besarannya masih menunggu hitungan dari PLN,” kata Redma melalui sambungan telepon, Rabu (17/11/2021).
Hanya saja, Redma menggarisbawahi penyesuaian harga barang itu relatif sulit dilakukan untuk pasar ekspor. Manuver itu dikhawatirkan bakal menurunkan daya saing produk tekstil dalam negeri di pasar internasional. Apalagi, dia menambahkan harga produk ekspor sudah relatif mahal akibat biaya pengiriman dan krisis energi.
Baca Juga
“Untuk pasar lokal harga jual ini bisa kita sesuaikan karena sudah ada safeguard garmen tapi ujung-ujungnya pasti inflasi,” kata dia.
PT PLN memastikan pengenaan pajak karbon terhadap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan berdampak pada kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan pengenaan pajak yang ditetapkan pemerintah akan berkorelasi dengan subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan.
Meski begitu, dia memastikan bahwa PLN sebagai BUMN akan mendukung seluruh kebijakan pemerintah, termasuk terkait pengenaan pajak karbon mulai 2022.
“Pengenaan pajak karbon akan menaikkan BPP, dan tentu saja dengan skema tarif saat ini akan berkorelasi dengan subsidi dan kompensasi,” katanya, Rabu (13/10/2021).
Ketentuan tersebut ditetapkan setelah DPR mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi UU. Pengenaan pajak karbon itu akan berlaku mulai 1 April 2021.
“Yang pertama kali dikenakan [pajak karbon] terhadap badan yang bergerak di bidang PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram CO2e atau satuan yang setara,” bunyi pasal 17 ayat 3 UU HPP.