Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah harus mampu menjaga kepentingan nasional dalam kerangka perdagangan karbon secara global karena akan terjadi arbitrase. Kerja sama dengan berbagai pihak menjadi penting agar Indonesia dapat menjaga kepentingannya sekaligus memperoleh untung dari perdagangan karbon.
Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam acara CEO Networking 2021 yang diselenggarakan Bursa Efek Indonesia, Selasa (16/11/2021). Skema perdagangan karbon menjadi perhatian besar karena sudah menjadi agenda internasional, khususnya setelah pertemuan Change Conference of the Parties (COP26).
Sri Mulyani menilai bahwa akan terjadi arbitrase dalam perdagangan karbon secara internasional. Misalnya, Kanada baru saja menaikkan harga karbon menjadi US$125, dari sebelumnya US$40.
"Perdagangan komoditas yang sama akan terjadi arbitrase, menguntungkan atau tidak. Jangan sampai Indonesia tidak bisa menjaga kepentingan saat harga karbon tidak sama dan terjadi arbitrase," ujar Sri Mulyani pada Selasa (16/11/2021).
Menurutnya, saat pertemuan COP26 di Glasgow, Skotlandia banyak pihak yang menawarkan kerja sama dengan Indonesia dalam hal perdagangan karbon. Namun, Indonesia harus melakukan kajian dan menentukan langkah terlebih dahulu untuk menjaga kepentingan di pasar global.
"Saat [melakukan] kerja sama global harus tahu apa yang harus dilindungi," ujarnya.
Baca Juga
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) karena perdagangan karbon akan memengaruhi banyak aspek. Dia pun turut menyebut akan terdapat komunikasi dengan pemangku kepentingan di pasar modal.
Komunikasi dengan pihak pasar modal menjadi penting karena sektor energi berkontribusi cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Menurut Sri Mulyani, upaya pengurangan batu bara sebagai sumber energi akan berimplikasi terhadap banyaknya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan tambang batu bara.