Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyuntikkan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp6,9 triliun untuk pengerjaan proyek yang tengah digarap oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dinilai berpotensi menyalahi Undang-undang.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menanggapi laporan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (8/11/2021).
Dalam rapat tersebut, Menkeu menyebut anggaran yang akan disalurkan melalui KAI itu bersumber dari SAL yang totalnya Rp20,1 triliun untuk tiga entitas, termasuk KAI sebesar Rp6,9 triliun dengan rincian penyertaan modal negara (PMN) untuk proyek LRT Jabodebek Rp2,6 triliun, dan Kereta Cepat Jakarta–Bandung Rp4,3 triliun.
Menurut Misbakhun, rencana Sri Mulyani soal pemanfaatan SAL itu berpotensi menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu juga merujuk pada pendapat mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati soal perencanaan APBN tidak boleh menetapkan besaran SAL.
“UU Keuangan Negara mengatakan begitu. Jadi, kalau kita mengatakan bahwa nanti SAL akan sebesar itu, berarti kita sudah merencanakan akan ada SAL untuk APBN kita," kata Misbakhun, Selasa (9/11/2021).
Bukan itu saja, Misbakhun juga menyebut bahwa SAL di APBN 2021 baru ada pada 31 Desember 2021. Artinya, pemerintah tidak bisa merencanakan sesuatu yang belum ada barangnya, pun dengan merencanakan anggaran yang berlebih.
“Kita tidak bisa merencanakan sesuatu yang belum ada barangnya, karena kita merencanakan anggaran lebih pun tidak boleh,” tegasnya.
Dalam raker bersama Komisi XI DPR tersebut, Sri Mulyani menyampaikan rencananya menambah PMN sebesar Rp53,1 triliun untuk menyuntik BUMN pada tahun ini.
Dia memerinci, sebanyak Rp33 triliun untuk PMN merupakan dana cadangan PEN, sedangkan Rp20,1 triliun adalah pemanfaatan SAL dari APBN 2021 yang akan diberikan pada tiga entitas, yakni PT Hutama Karya, PT KAI, dan Lembaga Manajemen Aset Negara.