Bisnis.com, BALIKPAPAN—Sampah organik dan beternak ternyata memiliki siklus mutualisme yang erat. Dengan perantara maggot yang merupakan larva dari black soldier fly (BSF) atau lalat tentara hitam, sampah organik yang dihasilkan rumah tangga dapat menjadi barang yang bermanfaat. Maggot menjadi hewan biokonversi sampah organik sehingga tidak menjadi polusi udara akibat bau yang ditimbulkan. Selanjutnya, maggot ini menjadi alternatif pakan ternak yang kaya nutrisi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nicolas Gomgom dari Universitas Sumatra Utara, kandungan nutrisi maggot black soldier fly adalah protein (42,1%), lemak (34,8%), abu (14,6%) dan serat kasar (7%). Protein yang tinggi menjadi salah satu komponen yang sangat berperan dalam pertumbuhan ternak karena menjadi struktur penyusun tubuh terbesar setelah air.
Berangkat dari kondisi ini, PT Kilang Pertamina Internasional Unit Balikpapan bekerja sama dengan Enviro Strategic Indonesia melatih mitra binaannya dalam program yang bernama Petratonik untuk membudidayakan maggot BSF. Pembudidayaan ini dilakukan sebagai upaya mengurangi sampah organik rumah tangga serta sebagai alternatif pakan bagi ternak yang dimiliki.
Petratonik merupakan abreviasi dari Peternakan Ayam Terintegrasi Black Soldier Fly dan Sayuran Organik. Program ini merupakan integrasi antara budi daya BSF untuk diambil maggot nya menjadi pakan alternatif ayam dan lele karena memiliki kandungan protein yang cukup banyak.
Fase hidup maggot BSF dimulai sejak telur menetas yang sekali bertelur dapat mencapai 500 – 900 buah. Maggot ini akan memakan hal bersifat organik. Dengan jumlah 10.000 larva, sampah organik sebanyak 1 kilogram dapat dilahap habis dalam waktu 24 jam.
Ketua Kelompok Petratonik Rebu mengatakan bahwa program ini sudah dijalankan sejak 2019 dan terus berjalan hingga saat ini. “Pada dasarnya program ini mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah di mana sampah organik dimanfaatkan sebagai pakan lalat black soldier fly. Dari kegiatan ini rantai pengelolaan sampah berkembang terintegrasi sebagai sistem pertanian organik yakni antara budi daya ayam pedaging pejantan dengan produk hortikultura serta budi daya BSF yang berdampak bagi lingkungan dan kesejahteraan kelompok serta warga sekitar,” tuturnya.
Saat ini, terdapat tujuh orang anggota kelompok Petratonik yang menerima manfaat program ini secara langsung. Salah satu di antaranya adalah menghemat pengeluaran untuk pakan komersil hingga 30%. Program ini juga diharapkan mampu memberikan pesan secara eksplisit kepada masyarakat sekitar bahwa daerah mereka mampu memberikan kehidupan yang baik sehingga mampu menumbuhkan keterkaitan dan kesadaran masyarakat yang lebih dalam untuk bergotong-royong menjaga kawasan Hutan Lindung Sungai Wain.
TERUS BERKEMBANG
Area Manager Communication, Relations & CSR KPI Unit Balikpapan Ely Chandra Peranginangin mengatakan bahwa produksi BSF terus diupayakan untuk meningkat melalui pengembangan fasilitas pendukungnya. Saat ini, sudah terdapat bangunan yang difungsikan sebagai tempat ruang produksi larva dan ruang perkembangbiakan BSF.
Dari periode Januari sampai dengan Oktober 2021, kelompok telah mampu menghasilkan sekitar 376 kg BSF. Sementara jumlah sampah organik yang dikelola mencapai 8.000 kg atau 8 ton. BSF ini saat ini dimanfaatkan oleh kelompok untuk campuran pakan ayam dan pakan lele.
"Proses menuju kemandirian tentunya memerlukan waktu. Program terintegrasi ini pada akhirnya nanti kami harapkan dapat meningkatkan pendapatan kelompok dan semoga prosesnya dapat berjalan dengan baik." tuturnya.
Rebu mengatakan lele menjadi ternak pertama yang mendapatkan pasokan maggot sebagai pakan alternatif selain pelet. Masa perkembangan lele pun ia klaim lebih cepat dibandingkan apabila tidak dicampur menggunakan maggot. Meskipun ia belum menghitung secara detail, Rebu memastikan ada keuntungan yang bertambah karena ada penghematan dari pemberian pakan.
“Lebih hemat karena maggot bisa menggantikan sebagian pakan pelet yang harus dibeli. Ini kami tinggal budi daya kan dan tinggal dicampurkan saja,” ujarnya.
Untuk lele, apabila panen nantinya akan langsung dijual ke pengepul dengan harga Rp20.000 per kilogram. Nantinya, Rebu berencana untuk menambah luasan kolam lele sehingga hasilnya juga lebih maksimal.