Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Disebut Kaya Sumber Daya Alam, Ternyata Cadangan Bijih Besi Indonesia Sangat Sedikit

Indonesia terkenal dengan melimpahnya cadangan sumber daya alamnya, mulai dari batu bara hingga nikel. Namun untuk yang satu ini, ternyata cadangan yang dimiliki Indonesia tidak banyak, bahkan bisa dibilang sangat sedikit.
Ilustrasi: Penambangan bijih besi di Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh (21/4/2010)./Antara-Ampelsa
Ilustrasi: Penambangan bijih besi di Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh (21/4/2010)./Antara-Ampelsa

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia terkenal dengan melimpahnya cadangan sumber daya alamnya, mulai dari batu bara hingga nikel. Namun untuk yang satu ini, ternyata cadangan yang dimiliki Indonesia tidak banyak, bahkan bisa dibilang sangat sedikit.

Ketua Pokja Konservasi Minerba/Inspektur Tambang Ditjen Minerba Kementerian ESDM Donny P. Simorangkir mengatakan bahwa cadangan bijih besi Indonesia merupakah salah satu yang paling minim di dunia.

“Indonesia tidak terlalu kaya bahan baku bijih besi. Kita hanya memiliki 0,11 persen cadangan bijih besi dunia,” katanya dalam webinar GSKM Series 2 : Nikel, Kobalt, Besi pada Kamis (4/11/2021).

Dalam paparannya disebutkan bahwa cadangan bijih besi Indonesia hanya sebesar 927 juta ton. Adapun, Negara yang memiliki cadangan bijih besi terbesar di dunia, adalah di Australia yang sebanyak 50 miliar ton, atau setara dengan 21,08 persen dari total cadangan bijih besi dunia.

Menurut dia, Indonesia memiliki masalah dalam proses di hulu, karena data yang ada menunjukkan bahwa masih sedikit sumber daya yang telah menjadi cadangan terbukti.

Untuk sumber daya besi primer, kata dia, Indonesia memiliki sumber daya sebanyak 1,86 miliar ton, pasir besi 492 juta ton, dan besi laterit 1,5 miliar ton. Dari jumlah itu, yang telah menjadi total cadangan, yakni besi primer 355 juta ton, pasir besi 222 juta ton, dan besi laterit 350 juta ton.

“Kita ada masalah di hulu, kita katakan bahwa komoditas bijih dan pasir besi Indonesia belum digunakan dengan optimal untuk industri besi-baja domestik,” ujarnya.

Peningkatan kebutuhan baja dalam negeri pun, lanjutnya, masih dipasok dari luar negeri atau impor. Pada 2020, produksi baja Indonesia sekitar 13 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 15 juta ton. Selisih kebutuhan tersebut kemudian dipenuhi oleh impor sebanyak 2 juta ton.

Donny menjelaskan, kebutuhan baja di Indonesia akan terus meningkat. Namun, utilitas industri baja nasional masih rendah, yakni sekitar 57 persen.

Padahal, tingkat utilisasi ideal untuk industri yang menguntungkan dan berkelanjutan adalah di atas 80 persen.

Selain masih mengimpor produk baja siap pakai, Indonesia juga masih mengimpor besi daur ulang atau scrap besi dengan nilai mencapai US$860 juta pada 2019.

Kebutuhan scrap besi akan terus ada dikarenakan besi baja dapat didaur ulang berkali-kali tanpa mengurangi kualitasnya. Keuntungan lainnya, energi yang dibutuhkan untuk mengolahnya hanya setengah dari kebutuhan energi untuk membuat besi dari bahan baku primer.

“Guna meningkatkan utilisasi, sebaiknya impor harus dibatasi untuk mengurangi defisit dan tingkat konsumsi. Ditambah harga dari luar negeri yang cukup bersaing, menjadi sulit bagi kami untuk tidak impor,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper