Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel berpendapat persoalan pendanaan yang tengah dialami proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebaiknya diserahkan kepada perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), bukan malah disuntik dana APBN.
Menurutnya, APBN sebaiknya difokuskan untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru.
Pasalnya, saat ini banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing dan dialihkan untuk penanganan Covid-19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan pembangunan IKN yang tidak boleh mundur.
"Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita. Agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China [KCIC]," ujarnya dikutip Senin (1/11/2021).
Dia memerinci, dalam mega proyek ini terdapat konsorsium yang terdiri dari empat BUMN Indonesia, yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Sebaliknya dari China, lanjutnya, ada China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
"Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC. Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” tekannya.
Sebagaimana diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menuai banyak kritik dan polemik setelah nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya sebesar Rp86,5 triliun menjadi Rp114 triliun.
Pemerintah akan menggunakan dana APBN untuk menutup kekurangan dana sehingga proyek tidak mangkrak. Padahal, pada awalnya, pemerintah tegas berjanji tidak akan menggunakan APBN untuk mega proyek tersebut.