Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan produsen sekaligus eksportir minyak terbesar di dunia, Saudi Aramco telah menyatakan komitmen untuk mencapai nol emisi karbon (net zero emission) dari kegiatan operasionalnya pada 2050.
Dilansir dari Bloomberg pada Minggu (24/10/2021), target tersebut di luar konsumen yang melakukan pembakaran minyak mentahnya. Target 2050 tersebut lebih cepat 10 tahun dibandingkan dengan jadwal yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi.
"Kami memahami target ini akan kompleks dan akan ada banyak tantangan, tetapi kami ingin mencapainya," kata Chief Executive Officer Saudi Aramco Amin Nasser dalam acara Saudi Green Initiative di Riyadh pada Sabtu (23/10/2021).
Komitmen tersebut meliputi emisi dari operasional perusahaan atau dari pembangkit listrik dan panas ke asetnya, yang diklasifikasikan sebagai Scope 1 dan Scope 2. Upaya ini tidak berlaku untuk Scope 3, yang dihasilkan oleh pelanggan yang membakar bahan bakarnya dan membuat lebih dari 80 persen dari total emisi perusahaan.
“Scope 3 adalah tanggung jawab dari pengguna akhir, regulator, pembuat kebijakan, dan pemerintah di seluruh dunia. Kami dapat mendorongnya dengan bekerja sama dengan produsen otomotif untuk mengurangi emisi melalui mesin yang lebih bagus," ujarnya.
Ambisi yang sama juga sudah disampaikan oleh sejumlah perusahaan migas di Eropa seperti Royal Dutch Shell Plc and BP Plc, dan perusahaan dari Amerika seperti Chevron Corp., dan Exxon Mobil Corp.
Baca Juga
Target net zero emission juga diungkapkan oleh anak usaha Aramco yang bergerak di sektor petrokimia, Saudi Basic Industries Corp. CEO Saudi Basic Industries Yousef al-Benyan mengatakan akan memangkas emisi gas rumah kaca hingga 30 persen pada 2030.
Sebagai bagian dari rencananya, Saudi Aramco akan melakukan investasi besar pada gas pada satu dekade ke depan, kata Nasser. Dengan demikian, pembakaran minyak mentah nasional akan berkurang.
Aramco juga berambisi di sektor sumber energi terbarukan seperti matahari, angin, dan hidrogen. Saat ini, Arab Saudi menargetkan untuk memproduksi 29 juta ton hidrogen biru dan hijau setiap tahun pada 2030, Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan sebelumnya.
Hidrogen hijau diproduksi menggunakan energi terbarukan dalam proses tanpa emisi. Sementara dalam pembuatan hidrogen biru membutuhkan gas alam dengan karbon yang ditangkap dan disimpan.
“Kami yakin bahwa teknologi akan membuat kami mencapai tujuan nol emsisi kami. Yang kami butuhkan adalah transisi biasa di mana kami mempertimbangkan keandalan dan keamanan energi bagi dunia,” kataya.