Bisnis.com, JAKARTA – Ombudsman RI mengusulkan sejumlah perbaikan kebijakan terkait tata kelola Cadangan beras pemerintah (CBP). Lembaga negara yang mengawasi pelayanan publik itu mendapati 12 temuan terkait tata kelola CBP setelah melakukan investigasi selama 5 bulan terakhir.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam penyerahan laporan hasil akhir pemeriksaan (LHAP) kepada pemerintah menjelaskan bahwa 12 temuan tersebut dikategorikan dalam lima lingkup.
Dalam ruang lingkup perencanaan dan penetapan CBP, Ombudsman mencatat dua temuan. Yeka mengatakan, tidak ada perencanaan pangan nasional dalam tata kelola CBP dan besaran jumlah CBP tidak ditetapkan oleh pemerintah.
Sementara di lingkup pengadaan, Ombudsman mencatat tiga temuan. Pertama, tidak memadainya teknologi pendukung pascapanen. Lalu tidak optimalnya pengadaan beras dalam negeri, dan ketiadaan indikator dalam pengambilan keputusan importasi beras.
Ombudsman juga menyoroti soal aspek perawatan dan penyimpanan CBP. Hasil investigasi Ombudsman mencatat dua temuan, yaitu pencatatan perawatan (spraying dan fumigasi) CBP yang tidak cermat. Selain itu, penyimpanan di gudang Perum Bulog juga tidak teratur.
“Sebagaimana disampaikan Dirut Bulog, beras hanya disimpan di gudang-gudang biasa,” kata Yeka dalam konferensi pers, Senin (18/10/2021).
Baca Juga
Sejumlah masalah dalam penyaluran juga menjadi perhatian Ombudsman. Lembaga tersebut mencatat bahwa kebijakan harga eceran tertinggi (HET) cenderung tidak efektif. Perum Bulog selaku penyalur CBP juga memiliki kanal penyaluran yang terbatas untuk mengeluarkan stok yang disimpan.
“Kami menemukan permohonan pelepasan CBP tidak ditindaklanjuti dan penyelesaian penggantian disposal stock tidak efektif,” tambahnya.
Pembiayaan CBP tak luput dari masalah. Ombudsman mencatat, proses pembiayaan tidak mendukung tata kelola cadangan beras karena Perum Bulog banyak mengandalkan pinjaman komersial untuk pengadaan.
Di sisi lain, ketiadaan captive market CBP mengakibatkan sirkulasi beras kelolaan Bulog menjadi terbatas.
Melihat serangkaian masalah dalam tata kelola CBP, Yeka menilai, pembenahan akan bergantung pada bagaimana pemerintah merencanakan pengelolaan pada masa mendatang.
Idealnya, rencana penyerapan beras baik dari dalam negeri maupun luar negeri, serta kanal-kanal penyaluran telah ditentukan sejak awal.
“Tahun ini, misal mau produksi berapa dan penyaluran berapa ditentukan sejak awal dengan mengacu pada kinerja tahun-tahun sebelumnya. Tidak bisa menyerap sebanyak-banyaknya, tetapi penyaluran tidak diperhatikan,” kata Yeka.
Sejauh ini, Bulog selaku pengelola CBP diberi amanat untuk mengamankan stok di angka 1 juta ton sampai 1,5 juta ton. Namun, BUMN tersebut hanya memiliki ruang penyaluran untuk stabilisasi harga, bantuan bencana alam, dan golongan anggaran.