Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki usia 6 tahun pada 2021, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ingin fokus pada penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditargetkan rampung tahun depan.
Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan sejak berdiri pada 2015, KCIC menjalankan amanat pembangunan transportasi massal sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan serta pengembangan kawasan.
"Memasuki usia 6 tahun, PT KCIC berfokus pada penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung [KCJB] dan persiapan operasional KCJB," kata Dwiyana kepada Bisnis, Sabtu (16/10/2021).
Dia menegaskan bahwa target KCIC dalam waktu dekat ini adalah penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan mengejar target operasional pada 2022.
Dari aspek pembangunan, Dwiyana menyebut beberapa pencapaian yang telah berhasil dilakukan KCIC adalah tembusnya 10 tunnel dari 13 tunnel yang ada. Termasuk sudah tercapainya 79 persen pembangunan.
"Untuk mewujudkan target operasional di akhir 2022, kami melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah dalam hal ini kementerian terkait dan konsorsium kontraktor dalam hal percepatan pembangunan," ujarnya.
Bukan itu saja, dia mengungkapkan bahwa KCIC juga menambah titik kerja, menambah shift kerja termasuk peralatan kerja dengan harapan target yang sudah ditetapkan bisa terwujud.
"Di sisi lain, kami juga mempersiapkan SDM dan sistem yang mendukung terjadinya transisi dari project company menuju perusahaan kereta api yang akan menjadi pilihan unggulan untuk mobilitas masyarakat dan tumbuh secara bisnis yang berkelanjutan," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah dimulai sejak 2016 setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan groundbreaking proyek tersebut serta pengembangan Sentra Ekonomi Koridor Jakarta-Bandung di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/1/2016).
Dalam perjalanannya, proyek ini mengalami berbagai kendala seperti adanya pandemi Covid-19, tantangan geografis yang cukup berat di beberapa titik, hingga baru-baru ini permasalahan pendanaan atau biaya yang membengkak dari hitungan awal.
Menurut penuturan dari PT Kereta Api Indonesia (persero) atau KAI, kebutuhan dana semula diasumsikan senilai US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) naik menjadi US$8 miliar atau Rp114,24 triliun per September 2021.
Guna menyelesaikan permasalahan ini, Jokowi kemudian meralat janjinya yang semula menegaskan bahwa tak akan menggunakan APBN dalam mega proyek ini.
Janji itu direvisi melalui perpres No. 93/2021. Lewat aturan baru tersebut, presiden memutuskan akan memberikan suntikan dana negara dengan harapan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung tuntas tepat waktu.
Suntikan dana negara diberikan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada KAI. Pemberian PMN kepada perseroan dilakukan karena Jokowi mengubah struktur konsorsium proyek yang semula dipimpin PT Wijaya Karya Persero Tbk. (WIKA) beralih ke KAI.
Selain memberi PMN, pemerintah akan memberikan penjaminan atas kewajiban pimpinan konsorsium dan memperbolehkan KAI menerbitkan surat utang alias obligasi bagi lembaga keuangan di dalam dan luar negeri serta multilateral. Kendati begitu, belum ada informasi mengenai potensi besaran APBN yang akan diberikan ke proyek ini.