Bisnis.com, JAKARTA – Prospek harga batu bara diproyeksikan bisa menembus US$250 per metrik ton seiring dengan krisis energi dunia yang terus berlangsung.
Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan bahwa harga batu bara akan ikut terkerek akibat suplai komoditas itu di pasar global lebih sedikit dibandingkan dengan permintaan.
Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan sejumlah negara dalam menurunkan karbon, seperti China dan Eropa.
“Harga batu bara untuk jangka pendek pasti terus naik sampai di atas US$250 per ton. Sekarang kan sudah tembus di atas US$230 per ton,” katanya kepada Bisnis, Jumat (15/10/2021).
Berdasarkan bursa ICE Newcastle, harga batu bara untuk kontrak Desember 2021 masih cukup memanas hingga US$245.70 ton per metrik ton.
Baca Juga
Komoditas tersebut bahkan pernah menembus US$272 per metrik ton pada 10 Oktober 2021 lalu.
Selama ini, pemerintah dunia mulai menggalakkan penggunaan energi bersih untuk menurunkan emisi karbon hingga karbon netral pada 2060.
Namun, target itu belum ditunjang oleh infrastruktur yang memadai. Hal tersebut menjadi katalis kenaikan harga batu bara lebih tinggi.
Penurunan harga, kata dia, akan mulai berlangsung setelah negara maju memiliki infrastruktur pendukung yang cukup untuk energi bersih.
Kondisi tersebut menjadi kesempatan bagus bagi produsen batu bara untuk membangun industri hilir komoditas ini.
“Jangan sampai begitu energi bersih di negara maju sudah tinggi dan tidak butuh batu bara lagi, kita baru bergegas membangun hilirisasi dan berteriak minta insentif dari negara,” terangnya.
Di sisi lain, dia juga memperkirakan kenaikan harga tersebut masih bertahan hingga satu tahun ke depan. Sebabnya, persediaan energi bersih masih memerlukan waktu yang cukup lama.