Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyesuaikan sejumlah hal terkait sanksi administratif dan kuasa wajib pajak dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pertama, regulasi tersebut menetapkan sanksi administratif, berupa kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dari hasil pemeriksaan, diturunkan.
Sebagai catatan, sejumlah sanksi dapat dikenakan dalam SKPKB jika surat pemberitahuan tahunan atau SPT tidak disampaikan setelah ditegur, PPN dan PPnBM tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih atau tidak seharusnya dikenai tarif 0 persen, dan kewajiban pembukuan/pencatatan atau kewajiban saat pemeriksaan tidak dipenuhi.
Bila terjadi demikian, sebelum UU HPP, maka salah satu sanksi yang dikenakan adalah sebesar 50 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
Namun setelah UU HPP, sanksi itu disesuaikan yakni sebesar bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah 20 persen, dari Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
Sebelum UU HPP, sanksi lain yang dapat dikenakan sebesar 100 persen dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor.
Sementara setelah adanya UU HPP, sanksi itu disesuaikan sebesar bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah 20 persen, dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut
Sanksi lain yang ditetapkan sebelum UU HPP adalah sebesar 100 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor, sedangkan setelah adanya regulasi itu adalah sebesar 75 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor
Terakhir, sanksi sebelum UU HPP mencapai 100 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar, sedangkan setelah UU HPP ada menjadi 75 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Kedua, UU HPP juga menyesuaikan sanksi administratif setelah upaya hukum yakni jika permohonan keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan, sanksi diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen, sedangkan jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, sanksi diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen.
Selain itu, pengenaan sanksi setelah undang-undang ini lebih setara dengan adanya sanksi sebesar 60 persen jika Putusan Peninjauan Kembali menyebabkan pajak yang masih harus dibayar bertambah.
“Secara keseluruhan penurunan sanksi ini akan meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak,” demikian keterangan resmi dari Kementerian Keuangan.
Di samping penyesuaian sanksi tersebut, UU HPP juga menetapkan bahwa setiap orang yang ditunjuk menjadi kuasa wajib pajak harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali apabila kuasa wajib pajak merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua.
“Ketentuan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 63/PUU-XV/2017 sehingga kuasa wajib pajak dapat dilakukan oleh konsultan pajak atau pihak lain sepanjang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”