Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akhirnya membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan alasan kondisi keuangan para pemegang saham perusahaan konsorsium mega proyek tersebut mengalami kemacetan akibat pandemi Covid-19.
Menurut Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas alasan sebenarnya pemerintah akhirnya mengguyurkan APBN adalah agar proyek tersebut tidak mangkrak seperti Hambalang.
"Itu sih pemerintah malu aja kalau sampai proyek ini mangkrak sehingga akhirnya di-backup dengan APBN. Sejak awal sudah dipertanyakan ini untuk siapa tapi dulunya kan Jokowi sendiri mengatakan 'itu ide saya'. Jadi dugaan saya karena presiden sudah mengatakan gagasannya dan menganggap itu sebagai simbol kemajuan bangsa, ya sudah," ujarnya, Selasa (12/10/2021).
Darmaningtyas tidak melihat adanya hal mendesak dari percepatan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut. Hanya saja, mengingat dana yang telah diinvestasikan tidak sedikit, tidak mungkin untuk tidak melanjutkan proyek tersebut.
"Jadi enggak ada urgensinya sebenarnya ini diselesaikan tetapi ini kan pemerintah juga tidak mungkin membiarkan. Ini sudah puluhan triliun yang terinvestasikan," sebutnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang mengaku sejak awal tidak setuju Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini dihadirkan di Tanah Air.
Baca Juga
Selain biaya infrastrukturnya yang mahal, menurutnya untuk trase yang hanya 142 km tidak memerlukan Kereta Cepat. Lebih baik KA existing sekarang yang diupgrade sehingga lama waktu tempuh bisa 2 jam dari yang sekarang 3 jam lebih.
"Jadi sama dengan jalan tol 2 jam sudah sampai Bandung langsung. Namun KA cepat ini memang 36 menit tapi tidak sampai Kota Bandung langsung hanya turun di Padalarang [Kab. Bandung Barat]. Masih perlu transit moda angkutan lain bila ingin sampai ke Kota Bandung," tutur Deddy.
Meski menyayangkan pendanaannya yang bersumber dari APBN, dia menilai Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini harus diselesaikan karena sudah 70 persen jadi. Kendati demikian, diharapkan pemerintah dapat mencari alternatif pendana baru.
"Kalau proyek politis seharusnya mudah cari pendana untuk menjadi anggota konsorsium baru atau mengganti anggota konsorsium yang tidak punya dana cash," imbuhnya.
Lebih lanjut Deddy menuturkan, tarif yang dibanderol Kereta Cepat sejak 2016 adalah Rp200.000 bila tidak berubah nantinya. Sedangkan tarif berada di kisaran KA Parahyangan Rp75.000 - Rp120.000. Dengan demikian dapat dipetakan bahwa Kereta Cepat ini menyasar segmentasi sosial menengah ke atas dan KA Parahyangan untuk sosial menengah ke bawah.
Sementara itu, sambungnya, dari sisi kebutuhan transportasi pun saat ini sampai 10 tahun mendatang belum mendesak untuk pilihan HSR Jakarta-Bandung, karena masih ada jalan tol bahkan tol layang, jalan raya reguler dan KA Parahyangan (KA legenda Bumi Priangan).