Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengakui kementeriannya kesulitan untuk menstabilkan harga ketika komoditas strategis mengalami kelangkaan pasokan di tengah masyarakat.
Oke beralasan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 07 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen tidak dilengkapi dengan instrumen cadangan pangan pemerintah.
“Instrumen yang ada baru cadangan beras pemerintah, untuk jagung tidak ada cadangan jagung pemerintah sehingga saat dibutuhkan Permendag ini menjadi mandul saat diputuskan oleh berbagai asosiasi harga jagung untuk peternak dan layer itu Rp4,500 ketika harga sudah Rp6,200,” kata Oke saat dialog agribisnis, Rabu (6/10/2021).
Oke menggarisbawahi kementeriannya kesulitan untuk melakukan stabilisasi harga pada jagung beberapa waktu terakhir lantaran pemerintah tidak memiliki cadangan jagung yang dapat dikeluarkan ketika terjadinya kelangkaan.
Di sisi lain, Oke mengatakan klaim surplus jagung hingga 2,3 juta ton milik Kementerian Pertanian tidak dapat digunakan untuk stabilisasi harga lantaran angka itu masuk dalam kategori cadangan nasional.
Artinya, cadangan nasional itu spesifik menggambarkan potensi ketersediaan jagung di setiap perkebunan secara makro. Dengan demikian, cadangan jagung nasional itu tidak tersedia ketika dibutuhkan segera.
Baca Juga
“Pemerintah tidak bisa apa-apa karena tidak punya jagungnya, yang dibahas bukan jagung cadangan pemerintah tetapi yang tersedia itu cadangan jagung nasional. Cadangan jagung pemerintah dimiiliki untuk intervensi harga,” kata dia.
Dengan demikian, Oke menegaskan kementeriannya mengalami kendala untuk mengambil kebijakan stabilisasi harga seperti yang diamanatkan Permendag Nomor 07 Tahun 2020 tersebut. Kerangka aturan itu terkendala minimnya instrumen untuk memasok kelangkaan pangan strategis di tengah pasar.
“Yang agak lengkap untuk instrumennya ini baru di beras, sementara harga acuan atas duduk bersama asosiasi dibutuhkan di berbagai komoditas ada daging, jagung, telur, ayam dan yang lainnya ini kelengkapan instrumennya tidak sempurna,” kata dia.
Kalangan peternak unggas mengatakan pemerintah harus siap menghadapi konsekuensi dari keputusan untuk tidak mengimpor jagung pakan. Saat ini, gejolak harga masih berlangsung karena disinyalir adanya pasokan yang terbatas.
"Jika pemerintah memutuskan tidak impor, artinya pemerintah harus bisa menanggung konsekuensi jika kondisi di lapangan tidak sesuai perkiraan. Bagaimana peternak tetap memeroleh jagung dengan mudah dan harga sesuai," kata Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi, Rabu (22/9/2021).
Sugeng mengkhawatirkan kondisi pasokan di lapangan justru tidak sesuai dengan data pemerintah. Jika pasokan memadai, dia menyebutkan harga jagung seharusnya tetap terkendali.
Dalam audiensi dengan Presiden Joko Widodo, peternak sejatinya telah menyuarakan kepada pemerintah untuk mengamankan stok sebesar 500.000 ton, yang di antaranya dipasok melalui impor. Tetapi, Kementerian Pertanian menyebutkan terdapat stok sebesar 2,61 juta ton.