Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau HPP dinilai berjalan sangat singkat, yakni kurang dari satu bulan. Dikhawatirkan beleid itu belum melewati proses yang matang.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menjelaskan bahwa penyusunan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang kemudian berganti nama menjadi RUU HPP, melalui pembahasan formal kurang dari satu bulan. Menurutnya, proses itu terbilang ringkas.
Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU KUP masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 6 September 2021. Tiga pekan kemudian atau pekan lalu, Komisi XI DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyepakati RUU itu untuk masuk ke sidang paripurna pekan ini.
Menurut Wahyu, pembahasan RUU KUP yang kilat hampir sama dengan proses UU Tax Amnesty pada 2016, yakni kurang lebih 1,5 bulan. Hal serupa terjadi dalam pembahasan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang mendapatkan protes luar biasa keras, salah satunya karena proses yang cepat dan kurang transparan.
"Secara formal memang [RUU HPP] dibahas intensif hanya kurang satu bulan. Jika dilihat dari waktu draft masuk ke DPR sebetulnya cukup lama, hanya saja, pembahasan RUU ini tidak semata-mata masalah substansi saja. Perjalanan sebuah UU yang melibatkan banyak pihak juga menjadi bagian proses politik," ujar Wahyu kepada Bisnis, Senin (4/10/2021).
Dia menjelaskan bahwa naskah RUU KUP memang sudah masuk ke Senayan sejak pertengahan Mei 2021, meski pembahasan intensifnya baru berlangsung awal September 2021 saat adanya DIM. Hal tersebut mendasari adanya pandangan bahwa pembahasan RUU HPP berjalan cepat.
Baca Juga
Menurut Wahyu, pembahasan yang ringkas itu mungkin berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19. Pemerintah bisa saja menilai bahwa urusan perpajakan menjadi mendesak di tengah pagebluk sehingga revisi aturan harus dilakukan dengan cepat.
Meskipun begitu, ada harga yang tetap harus dibayar, cepatnya pembahasan regulasi dikhawatirkan tidak diiringi dengan substansi yang kuat. Wahyu menilai bahwa semestinya pemerintah mementingkan substansi dalam regulasi terkait perpajakan.
Memang, pembahasan substansi RUU KUP tidak hanya berlangsung di rapat dan persidangan DPR, serta koordinasi pemerintah. Menurut Wahyu, banyak diskusi terjadi di media massa dan para pelaku usaha setelah tersebarnya draft RUU KUP, tetapi pemerintah dan DPR tetap harus melaksanakan tugasnya dengan maksimal.
"Idealnya, pembahasan substansi memang mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan diskusi non substantif. Sehingga, aturan yang dihasilkan benar-benar melalui proses yang matang," ujar Wahyu.