Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan panas bumi di dalam negeri masih terganjal dengan tingginya investasi yang diperlukan. Untuk mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia, diperlukan US$4 juta–US$5 juta agar bisa mendapatkan 1 megawatt (MW) listrik.
Dari perkiraan jumlah investasi yang diperlukan untuk pengembangan panas bumi itu, pengeboran atau drilling menjadi tahapan yang paling banyak menelan biaya.
Vice Chairman Jakarta Drilling Society Ashadi mengatakan bahwa biaya untuk tahapan drilling mencapai 40 persen dari total investasi yang diperlukan.
Kondisi tersebut akhirnya membuat para pengembang harus memastikan potensi panas bumi di satu titik dengan sangat matang.
Selain itu, biaya infrastruktur pengembangan panas bumi memerlukan biaya sekitar 10–15 persen dari total kebutuhan. Belum lagi biaya peralatan hingga manajemen proyek yang juga masuk dalam investasi.
“Bangun 10 MW kurang lebih [memerlukan investasi] US$40 juta. Ini data sebelumnya. Namun dengan ada economic of skill tentu cost of manufacturing jadi lebih murah, yang tadinya US$4 juta–US$5 juta bisa ditekan menjadi US$3–US$4 juta per MW,” katanya saat media training, Sabtu (26/9/2021).
Baca Juga
Sementara itu, Chairman Jakarta Drilling Society Yudi Hartono menerangkan bahwa drilling cost berkisar antara 30–60 persen dari kebutuhan biaya keseluruhan proyek panas bumi.
“Biayanya US$60.000–US$80.000 per hari. Biaya pengeboran di setiap lapangan panas bumi bisa mencapai US$1,8 juta–US$11 juta,” terangnya.
Tingginya bujet terhadap pengembangan energi panas bumi pun membuat pemerintah menggelontorkan sejumlah insentif untuk mempercepat investasi pada industri berbasis energi baru terbarukan (EBT) ini.
Salah satunya, yakni government drilling, suatu program yang diharapkan mampu mengurangi risiko hulu pemboran. Langkah itu diharapkan dapat menarik minat investor mengembangkan energi panas bumi.