Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Evergrande Justru Bagus Buat Indonesia, Ini Alasannya

Fenomena potensi default Evergrande membuka mata investor dunia bahwa risiko ketidakpastian berkaitan regulasi di China sudah terlalu signifikan.
Pembangunan apartemen di China/ Bloomberg
Pembangunan apartemen di China/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Kisah potensi gagal bayar atau default raksasa perusahaan real estat China Evergrande karena terbebani utang jumbo senilai US$300 miliar, secara jangka panjang justru menjadi momentum baik buat Indonesia.

Direktur Panin Asset Management Winston Sual mengungkap pasalnya fenomena ini menambah lagi contoh langkah pemerintah China dalam melindungi kepentingan nasional.

Setelah sebelumnya berkaitan 'pembungkaman' Alibaba dan DiDi Chuxing, serta pembatasan aktivitas bermain gim yang berpengaruh besar buat Tencent, kali ini China memperketat pasokan dan permintaan dari sektor properti selama 2 tahun terakhir.

"Evergrande terjadi di China bukan karena harga properti hancur, tapi karena pemerintah melihat perkembangan properti terlalu cepat dan harga meningkat signifikan. Mereka sudah memproyeksi kalau banyak orang yang spekulasi di properti, dalam beberapa tahun mendatangkan harga akan jatuh," ujarnya dalam diskusi virtual, Sabtu (25/9/2021).

Sekadar informasi, keputusan China untuk memperketat allowed annual growth debt dari regulasi yang akrab disebut 'three red lines' buat para developer properti ini sebenarnya tidak membuat sektor properti China hancur. Harga properti di beberapa kota seperti Shenzen, Shanghai, dan Beijing, pun masih terbilang moncer sepanjang 2021.

Hanya saja, developer properti yang notabene hidup dari pre-sales dan utang jumbo untuk membangun unit, terpaksa menggelar diskon buat mempertahankan minat konsumen. Hal ini akhirnya menekan profit dan memperburuk rating perusahaan dalam melunasi utang sebelumnya.

Konsekuensi lainnya, tentu perekonomian nasional China akan melambat karena sektor properti yang menyumbang 25 persen dari PDB.

"Karena ini merupakan salah satu konsekuensi peraturan pemerintah, China tampak sudah berhitung sehingga tidak sampai Evergrande ini berdampak sistemik. Contohnya, bank sentral China sudah inject US$18,6 miliar ke sistem perbankan, sehingga perusahaan terkait yang terkena dampak masih bisa memperoleh likuiditas," tambahnya.

Adapun, dampak fenomena sikap preventif Negeri Tirai bambu di sektor properti ini terhadap negara lain justru baik, termasuk Indonesia yang memiliki hubungan perdagangan.

"Saya lihat, efeknya buat Indonesia justru bagus. Pertama, 'bisul' mereka sudah pecah duluan sehingga China punya sektor properti yang sustain, dan sebagai salah satu negara pengimpor natural resources dari Indonesia, karena demand bisa terus bertambah dengan sehat," jelasnya.

Winston mengungkap fenomena keberanian China untuk berkorban demi stabilitas ini pun berpotensi membuka mata investor dunia bahwa risiko ketidakpastian berkaitan regulasi di China begitu signifikan. Alhasil bisa sedikit mengubah capital flow dari investor ke negara lain.

Regulasi pemerintah bisa secara signifikan mengubah prospek suatu perusahaan atas nama kepentingan nasional. Tidak ada pertimbangan apakah investor untung atau rugi.

"Investor mulai melihat harus ada diskon terhadap financial asset dari China karena faktor regulatory risk terlalu tinggi. Pemerintah sewaktu-waktu bisa mengubah suatu perusahaan yang untung tiba-tiba dalam satu hari bisa berubah menjadi kurang beruntung," jelasnya.

Walaupun banyak pula yang sepakat bahwa langkah-langkah China nyatanya mampu meminimalkan upaya monopoli atau winner takes all dari suatu perusahaan, bahkan negara lain mulai meniru langkah China, hal ini memiliki konsekuensi pada terbatasnya perkembangan valuasi suatu perusahaan.

"Jadi terutama buat sektor terkait teknologi, investor sudah mulai berhati-hati ke China setelah bagaimana regulatory risk itu semakin terkonfirmasi lewat fenomena ini. Sehingga kalau porsi capital flow ke China menyusut, syukur-syukur sebagian masuk ke Indonesia, karena kita lihat beberapa waktu belakangan India sudah mulai menikmati," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper