Bisnis.com, JAKARTA – Bahan bakar nabati (BBN) dan hidrogen dinilai mempunyai peran sebagai alternatif yang bisa digunakan untuk kendaraan berat yang tidak bisa digantikan oleh kendaraan listrik untuk mencapai emisi rendah karbon.
Spesialis Bahan Bakar Bersih Institute for Essential Services Reform (IESR) Julius Adiatma mengatakan bahwa dominasi kendaraan listrik yang memakai listrik bersumber dari energi terbarukan akan mutlak terjadi pada 2050, terutama untuk kendaraan penumpang.
Sementara itu, penggunaan BBN dan hidrogen akan beralih ke sektor transportasi yang tidak dapat dielektrifikasi, seperti kendaraan berat. Dalam jangka pendek, hidrogen berpotensi untuk mulai digunakan di sektor industri sambil melihat perkembangan keekonomiannya.
“Sayangnya, saat ini BBN terfokus pada minyak kelapa sawit, sedangkan lahan yang tersedia untuk mengembangkan sawit semakin sedikit. Maka, kita harus mencari jalan lain untuk memproduksi BBN selain dari kelapa sawit, misalnya dari limbah atau tanaman lain,” katanya seperti dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (24/9/2021).
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa merujuk pada BRIN Outlook Energy 2021, pengembangan kendaraan listrik yang disertai dengan pemanfaatan energi terbarukan dapat secara efektif menurunkan emisi karbon.
Menurut Eniya, teknologi pengembangan bahan bakar hidrogen hijau dengan konsep elektrolisis dari kombinasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau turbin angin dapat menjadikannya sebagai penyimpan energi.
Baca Juga
“Saat ini sedang dilaksanakan studi elektrolisa PLTS Apung Cirata. Nantinya, kelebihan energi dari PLTS tersebut akan direkomendasikan untuk proses elektrolisa air dan memproduksi gas hidrogen,” ucapnya.
Sementara itu, Ekonom Energi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Aloysius Joko Purwanto memaparkan, skenario untuk mendukung pengembangan hidrogen dalam sektor transportasi, salah satunya dengan pemanfaatannya yang diproduksi dari gas.
Langkah itu dilakukan untuk menciptakan pasar dan membangun infrastruktur yang diperlukan, sebelum akhirnya beralih ke hidrogen hijau yang diproduksi menggunakan energi terbarukan.
Sebagai bagian dari prinsip pengembang hidrogen hijau di Indonesia, perlu pula memperhatikan ceruk pasar untuk transportasi berbahan bakar hidrogen.
“Hidrogen mungkin akan cocok untuk kendaraan dengan jangkauan jarak jauh atau untuk penggunaan kendaraan alat berat, seperti kendaraan komersial atau bus. Kemudian, harus disesuaikan dengan wilayah di mana energi terbarukan untuk listrik cukup tersedia,” jelasnya.