Bisnis.com, JAKARTA — Institute of Strategic Initiative (ISI) mengusulkan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dirancang dengan periode waktu yang pasti. Sebagaimana diketahui, stimulus fiskal berupa diskon PPnBM 100 persen untuk mobil 1.500 cc telah dua kali diperpanjang.
Direktur ISI Luky Djani mengatakan periode yang pasti penerapan diskon PPnBM akan mengoptimalkan efek domino pada industri komponen otomotif. Dengan pertumbuhan permintaan dari pabrikan, industri komponen pun membutuhkan waktu investasi untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga nilai keekonomiannya tercapai.
"Misalnya pemberian PPnBM DTP (ditanggung pemerintah] sampai 2024, sehingga para pelaku usaha, pabrik-pabrik komponen bisa menyesuaikan. Kalau pabrikan utamanya ingin produknya masuk skema insentif PPnBM, dia akan genjot, naikkan kandungan lokal," kata Luky dalam webinar, Kamis (23/9/2021).
Dalam jangka menengah, investasi baru untuk menambah kapasitas produksi komponen dapat dikalkulasi. Selain itu menurutnya hal ini juga bisa memperkuat basis industri komponen dalam negeri.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menambahkan, untuk menjaga permintaan dia mengusulkan pemberlakuan kembali PPnBM pada awal tahun depan dilakukan secara bertahap.
Jika tidak, menurutnya akan terjadi demand shock karena adanya kenaikan harga. Sementara itu, volume permintaan dan penjualan perlu dijaga untuk membuka keran investasi dan mengembangkan industri turunan otomotif dalam negeri.
Baca Juga
"Kalau ini bisa dipertimbangkan oleh pemerintah, kenaikannya bertahap, sehingga daya beli masyarakat yang tadinya lemah bisa pulih kembali, sehubungan dengan industri pengolahan lainnya," katanya.
Adapun berdasarkan catatan ISI, insentif PPnBM memberikan dampak peningkatan permintaan input di sektor industri sebesar Rp29 triliun, dengan porsi terbesar terjadi di industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer mencapai Rp26 Triliun, industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar Rp736 miliar, dan industri peralatan listrik sebesar Rp609 miliar.
Dampak peningkatan sektor nonindustri sebesar Rp6 triliun, dengan porsi terbesar pada perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar Rp3,2 triliun, transportasi dan pergudangan sebesar Rp772 miliar, dan jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp643 miliar.