Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Diskon PPnBM Ancam Keberhasilan Program BTS Kemenhub

Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor yang ditawarkan Kementerian Keuangan hingga akhir 2021 dinilai dapat menghambat keberhasilan program pengadaan bus bersubsidi dengan skema Buy The Service (BTS) dari Kementerian Perhubungan.
Teman Bus sebagai bagian implementasi program Buy the Service (BTS) Kementerian Perhubungan untuk menunjang mobilisasi masyarakat perkotaan. /TemanBus
Teman Bus sebagai bagian implementasi program Buy the Service (BTS) Kementerian Perhubungan untuk menunjang mobilisasi masyarakat perkotaan. /TemanBus

Bisnis.com, JAKARTA – Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor yang ditawarkan Kementerian Keuangan hingga akhir 2021 dinilai dapat menghambat keberhasilan program pengadaan bus bersubsidi dengan skema Buy The Service (BTS) dari Kementerian Perhubungan.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan bahwa insentif PPnBM dan pengadaan bus bersubsidi dengan skema BTS sangat bertolak belakang.

Di satu sisi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggalakkan program BTS dengan harapan semakin banyak masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum massal.

Namun di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru mendorong pembelian kendaraan pribadi dengan menawarkan insentif PPnBM hingga akhir 2021 yang mencapai 100 persen untuk mobil penumpang dengan kapasitas mesin sampai 1.500 cc.

“Kebijakan ini bertolak belakang dan dapat menghambat keberhasilan program BTS,” ujar Djoko kepada Bisnis, Selasa (21/9/2021).

Meski begitu, dia menyebut bahwa membeli kendaraan adalah hak semua orang, sehingga dampak dari kedua kebijakan tersebut nantinya akan bergantung pada respons pemerintah daerah.

Terlebih, sambung Djoko, saat ini masalah kemacetan masih belum teratasi maksimal, terutama di kota-kota besar. Pun dengan semakin buruknya dampak polusi udara terhadap kesehatan lingkungan.

“Kita tidak bisa melarang masyarakat membeli kendaraan, tapi harus dikaji apakah nanti kendaraan ini diperbolehkan berada di jalan umum atau tidak. Jalan umum bukan milik pribadi atau perorangan, sehingga sekarang tergantung pada kepala daerah apakah mau memperpanjang macet atau tidak,” tutur Djoko.

Sebagaimana diketahui, Kemenhub saat ini tengah menggalakkan program BTS di sejumlah kota besar. Harapannya, masyarakat akan semakin banyak yang menggunakan angkutan umum massal ketimbang kendaraan pribadi.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyebut bahwa penggunaan kendaraan pribadi memberikan banyak dampak negatif. Mulai dari pemborosan bahan bakar yang berakibat pada pengeluaran masyarakat, nilai impor BBM yang dilakukan pemerintah, tingginya angka kecelakaan, hingga dampak lingkungan.

“Oleh karenanya, kami menghadirkan program bus bersubsidi atau Buy The Service yang dinamakan TEMAN BUS. Ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan angkutan massal perkotaan yang lebih baik dengan Standar Pelayanan Minimal [SPM],” ujar Budi beberapa waktu lalu.

Budi menuturkan, layanan bus bersubsidi ini sudah terselenggara di lima kota sejak tahun lalu, yakni di Solo, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Denpasar. Kemudian pada tahun ini direncanakan ada lima kota lagi yang bakal menyusul, yaitu Bandung, Surabaya, Makassar, Banyumas, dan Banjarmasin.

Di sisi lain, perpanjangan insentif PPnBM 100 persen dari Kemenkeu untuk pembelian kendaraan bermotor dinilai dapat memberikan jaminan menjaga permintaan di tengah pemulihan dari dampak Covid-19.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (20/9/2021), Direktur Inovasi Bisnis, Penjualan, dan Marketing PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy menyampaikan bahwa PPnBM 100 persen untuk mobil 1.500 cc terbukti efektif meningkatkan permintaan pasar. Secara umum kebijakan itu juga memiliki efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Divisi Pemasaran dan Hubungan Pelanggan PT Astra International-Daihatsu Sales Operation (AI-DSO) Hendrayadi Lastiyoso. Dia mengakui efek penjualan mobil dari relaksasi fiskal pemerintah sangat kuat. Pasalnya, kenaikan penjualan bulanan mereka pada Maret 2021 mencapai 30 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper