Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mempercepat proses pemberian izin kepada PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam untuk mengelola Blok Bahodopi Utara dan Blok Matarape sebagai dua kawasan tambang nikel hasil penciutan PT Vale Indonesia Tbk.
Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman meminta pemerintah memberikan kesempatan lebih besar kepada Antam untuk mengontrol kawasan tersebut.
Pada Februari 2021, Antam masih menunggu diterbitkannya izin usaha tambang khusus (IUPK) dari Kementerian ESDM untuk dua wilayah tambang tersebut.
“Dalam lelang wilayah kerja Bahodopi dan Matarape, pemerintah kelihatan lamban mengambil keputusan. Lelang dua wilayah kerja itu sudah berjalan sejak 2018, tetapi pemerintah belum juga mengambil keputusan. 2 tahun itu waktu cukup lama,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).
Dia menduga, lambannya proses tersebut lantaran terjadi tarik menarik kepentingan di dalam kementerian. Pemerintah, kata dia, semestinya memberi prioritas kepada Antam sebagai perusahaan negara.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo semestinya menegur Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin. Kedua sosok itu dinilai lamban dalam menyelesaikan proses tender wilayah kerja tambang nikel tersebut.
“Prioritas ke BUMN tambang penting. Presiden perlu tertibkan para mafia tambang yang bermain di setiap tender wilayah kerja tambang yang ingin memonopoli konsesi tambang nikel,” ujarnya.
Adapun, Antam telah mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) wilayah kerja Bahodopi Utara dan Blok Matarape sejak Agustus 2021 dalam penawaran prioritas yang digelar Kementerian ESDM.
Menurut Keputusan Menteri Nomor 1805.K/30/MEM/2018, Wilayah Kerja Matarape di Sulawesi Tenggara memiliki luas 1.681 hektare dengan harga kompensasi data informasi sebesar Rp184,05 miliar.
Sementara itu, Wilayah Kerja Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah memiliki luas 1.896 hektare dengan nilai kompensasi data informasi sebesar Rp184,8 miliar.