Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemendag Optimistis Defisit dengan China Bakal Cetak Rekor Terendah

China sendiri merupakan mitra dagang terbesar RI. Selama kurun Januari sampai Agustus 2021, ekspor Indonesia ke China mencapai US$31,07 miliar, sedangkan impor bernilai US$35,03 miliar.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan memperkirakan defisit perdagangan Indonesia dengan China menyusut dibandingkan dengan 2020 dan berpotensi mencetak rekor sejak Indonesia meratifikasi Asean-China Free Trade Agreement (FTA).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan neraca perdagangan dengan China sepanjang Januari sampai Agustus 2021 mencetak defisit US$3,96 miliar. Neraca selama periode tersebut lebih baik dibandingkan dengan kondisi neraca perdagangan Januari sampai Juli 2020 yang defisit US$5,07 miliar.

“Jumlah ini sebenarnya telah terjadi penurunan yang sangat drastis dibandingkan dengan periode sebelum 2020. Pada 2019 kita defisit hampir US$15 miliar,” kata Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (17/9/2021).

Mengutip data BPS dan Kementerian Perdagangan, defisit Indonesia dalam perdagangan dengan China mencapai US$16,98 miliar pada 2019. Defisit memperlihatkan penurunan pada tahun pertama pandemi menjadi US$7,85 miliar.

China sendiri merupakan mitra dagang terbesar RI. Selama kurun Januari sampai Agustus 2021, ekspor Indonesia ke China mencapai US$31,07 miliar. Sementara impor bernilai US$35,03 miliar.

“Kalau konsisten sampai akhir tahun, mudah-mudahan angka ini bisa lebih rendah dari US$7 miliar dan merupakan defisit terendah kita sepanjang sejarah sejak kita menandatangani kesepakatan Asean-China FTA,” tambahnya.

Neraca perdagangan Indonesia dengan China mulai memperlihatkan defisit sejak Indonesia ikut serta dalam kesepakatan Asean-China FTA pada 2004. Defisit tercatat pernah menyentuh US$14,00 miliar dan tertinggi dalam lima tahun terakhir pada 2018 ketika defisit mencapai US$18,40 miliar.

Lutfi mengatakan turun drastisnya defisit dengan China merupakan buah dari meningkatnya ekspor produk-produk hasil investasi Negeri Panda. China tercatat menjadi importir terbesar untuk produk olahan nikel yang salah satu pengembangan pabriknya di Tanah Air didukung oleh investasi negara tersebut.

“Contohnya adalah investasi untuk baterai kendaraan listrik, dari China sebentar lagi akan peletakan batu pertama. Ini sebenarnya akan dibeli lagi oleh pengusaha China untuk memasok kebutuhan pasar mereka yang besar. Saat ini terjadi, neraca perdagangan dengan China akan menjadi seimbang,” paparnya.

Lutfi memperkirakan defisit dagang berkisar di angka US$6 miliar sampai US$6,5 miliar pada 2021. Selain itu, dia berharap neraca perdagangan dengan China mulai seimbang dalam 3 tahun mendatang. 

“Bahkan saya inginnya saat supercycle komoditas kembali normal, misal CPO kembali ke US$800 per ton, [ekspor] kita akan ditopang oleh industri-industri baru yang ada di hulu tersebut. Saya berkeyakinan pada 2023 neraca dengan China mendekati seimbang,” kata Lutfi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper