Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan pemerintah dapat menerapkan subsidi silang untuk penjualan pangan dari Holding BUMN Klaster Pangan.
Langkah itu dapat diambil untuk memastikan holding yang dibentuk itu dapat mencatatkan keuntungan komersial di tengah persaingan ketat industri pangan di Tanah Air.
“Orang yang mampu tidak perlu disubsidi, yang disubsidi ini untuk orang-orang yang tidak mampu, yang komersial ini lebih ke kebutuhan makanan organik itu yang mesti disendirikan,” kata Aviliani melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Kamis (16/9/2021).
Dengan demikian, Aviliani menerangkan, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog dapat menyediakan kebutuhan pangan subsidi bagi masyarakat miskin. Sementara, kinerja komersial dapat dijalankan oleh Holding BUMN Klaster Pangan itu sembari menjalankan fungsi penyeimbang harga.
“Itu bisa disubsidi silang sehingga tidak jadi beban negara diatur Bulog yang subsidi. Pangan lainnya perusahan di luar Bulog yang non subsidi,” tuturnya.
Holding tersebut akan terdiri dari 9 BUMN yakni PT RNI (Persero), PT PPI (Persero), PT Perikanan Indonesia, PT Perikanan Nusantara (Persero), dan PT Garam (Persero). Selanjutnya terdapat PT Pertani (Persero), PT BGR Logistics (Persero), PT Berdikari (Persero), dan PT Sang Hyang Seri (Persero).
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menargetkan pembentukan Holding BUMN Klaster Pangan dapat mencetak laba signifikan bagi perusahaan pelat merah ke depan. Selain, tujuan holding itu untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan dalam negeri.
“Kita harus pastikan juga holding pangan kita itu nanti ada dua, satu yang memang penugasan, yang lain ada yang namanya market driven friendly kepada pasar,” kata Erick saat peluncuran produk bersama dengan Nusakita, Panganeisa, dan Ranial, yang ditayangkan secara virtual di akun YouTube Kementerian BUMN, Kamis (16/9/2021).
Target itu, Erick menerangkan, sudah berhasil dicapai lewat restrukturisasi yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara III (persero) atau PTPN III. Selepas restrukturisasi, pendapatan PTPN III mencapai Rp23 triiun atau naik 19 persen.
“Bottom line-nya yang diprediksi rugi Rp1,4 triliun sekarang untung Rp1,2 triliun. Jadi ini nyata transformasi yang terjadi di pangan harus menjadi keharusan,” kata dia.
Dengan demikian, pemerintah mesti menyeimbangkan produksi pangan untuk keperluan dalam negeri dari aktivitas impor.
“Karena itu saya dan Mendag [Lutfi] mendorong harus ada keseimbangan baru. Saya yakin pak Mendag background-nya tidak senang impor,” tuturnya.