Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyatakan realisasi ekspor dalam negeri relatif tidak optimal hingga awal paruh kedua tahun ini.
Alasannya, Indonesia belum memiliki kapal antarbenua dan asuransi angkutan ekspor untuk mengirim barang di luar kawasan Asia.
“Perdagangan dunia masih belum ketemu ini, antara ekspor dan impor masih banyak ekspornya dibanding impor. Sehingga jumlah kontainer yang mau dipakai ekspor berebut jadi ada kemahalan di situ,” kata Benny melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Senin (13/9/2021).
Akibat kendala itu, Benny menuturkan sejumlah importir mesti berani membayar barang ekspor dalam negeri dengan harga yang relatif tinggi. Mayoritas importir itu berasal dari negara mitra seperti Amerika Serikat dan Jepang.
“Ada semacam hambatan. Artinya ada potensi yang hilang. Kalau tidak ada itu, ekspor kita bisa lebih tinggi, kalau ekspornya ke Asia yang dekat-dekat tidak masalah,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada semester I/2021 mencapai US$11,86 miliar. Jumlah surplus tersebut tercatat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan surplus di semester I/2020 yang saat itu mencapai US$5,42 miliar.
Surplus yang tinggi tersebut didorong oleh pertumbuhan kinerja ekspor yang lebih tinggi jika dibandingkan impor. Nilai eskpor pada semester I/2021 tercatat mencapai US$102,87 miliar, sementara impor mencapai US$91,01 miliar.
“Jika dilihat trennya dari 2017 hingga 2021, memperlihatkan surplus kita dari waktu ke waktu menunjukkan perbaikan, terutama jika dibandingkan dengan semester I tahun lalu,” Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7/2021).