Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Agustus 2021 diprediksi kembali surplus karena tekanan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terhadap impor produktif seperti bahan baku dan penolong selama satu bulan terakhir.
“Memang kurang sehat, karena surplusnya sebagian disumbangkan karena pelemahan impor bahan baku dan penolong untuk aktivitas produktif di dalam negeri,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal melalui pesan tertulis, Senin (13/9/2021).
Kendati demikian, dia mengatakan kinerja impor bakal bergerak positif jika dibandingkan dengan bulan Juni dan Juli lalu. Menurut dia, pertumbuhan impor secara bulanan bergerak di kisaran 10 hingga 15 persen dan ekspor di kisaran 10 persen.
“Adapun ekspor masih akan sangat didorong oleh kuatnya permintaan Tiongkok terhadap komoditas utama dari Indonesia seperti batubara, CPO dan lain-lain dan juga produk-produk turunan besi dan baja,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada semester I/2021 mencapai US$11,86 miliar. Jumlah surplus tersebut tercatat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan surplus di semester I/2020 yang saat itu mencapai US$5,42 miliar.
Surplus yang tinggi tersebut didorong oleh pertumbuhan kinerja ekspor yang lebih tinggi jika dibandingkan impor. Nilai eskpor pada semester I/2021 tercatat mencapai US$102,87 miliar, sementara impor mencapai US$91,01 miliar.
“Jika dilihat trennya dari 2017 hingga 2021, memperlihatkan surplus kita dari waktu ke waktu menunjukkan perbaikan, terutama jika dibandingkan dengan semester I tahun lalu,” Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7/2021).
Sementara pada Juni 2021, BPS mencatat surplus neraca perdagangan mencapai US$132 miliar. Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,55 miliar pada Juni 2021, tumbuh 9,52 persen secara bulanan atau secara tahunan tumbuh sebesar 54,46 persen. Di sisi lain, BPS mencatat nilai impor mencapai US$17,23 miliar pada Juni 2021.