Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memastikan pengenaan bea keluar terhadap produk pertanian, termasuk kelapa sawit, tidak dilakukan untuk menghambat ekspor. Bea keluar diberlakukan untuk melindungi sejumlah kepentingan nasional.
Direktur Teknis Kepabeanan Bea Cukai Kementerian Keuangan Fadjar Donny menjelaskan bea keluar diterapkan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan di dalam negeri dan melindungi kelestarian sumber daya alam.
Selain itu, bea keluar diterapkan sebagai mekanisme untuk menjaga stabilitas harga komoditas tersebut di dalam negeri. Kebijakan bea keluar juga diterapkan sebagai langkah antisipasi jika terjadi kenaikan harga yang drastis di pasar internasional.
“Pengenaan bea keluar ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya saing komoditas ekspor di pasar internasional,” kata Fadjar, Kamis (9/9/2021).
Merujuk pada PMK No. 166/PMK.10/2020, kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya menjadi segelintir komoditas yang dikenai bea keluar. Namun, produk turunan oleokimia yang sebagian besar merupakan produk hilir seperti fatty alcohol, fatty amine, dan glycerol tidak dikenai bea keluar.
“Produk hilir oleokimia tidak dikenai bea keluar kecuali biodiesel dengan kode HS 38260021, 38260022, dan 38260090,” tambahnya.
Sepanjang Januari sampai Juli 2021, Indonesia tercatat telah mengekspor 3,82 juta ton produk oleokimia. Volume ekspor ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya yang hanya berjumlah 3,26 juta ton.
Produk dalam bentuk fatty acid atau asam lemak mendominasi ekspor oleokimia dengan komposisi 58 persen. Ekspor terbanyak oleokimia selanjutnya merupakan entuk glycerol sebesar 21 persen, fatty alcohol 11 persen, dan sabun 8 persen. Produk biodiesel hanya berkontribusi 2 persen dari total ekspor oleokimia.