Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Batu Bara Melambung, Industri Pupuk Atur Strategi

Tercatat ada tiga produsen pupuk dalam negeri yang menggunakan batu bara sebagai salah satu bahan bakar produksi, yakni Pupuk Sriwidjaja, Pupuk Iskandar Muda, dan Pupuk Kaltim.
Pabrik Pupuk Indonesia./Dok. Istimewa-PT Pupuk Indonesia (Persero)
Pabrik Pupuk Indonesia./Dok. Istimewa-PT Pupuk Indonesia (Persero)

Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan harga batu bara acuan (HBA) pada September 2021 turut menekan sejumlah industri yang bergantung pada komoditas tersebut. Namun demikian, industri pupuk masih dapat mengatur dampak dengan mengalihkan kebutuhan batu bara ke gas bumi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara mengatakan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar di industri ini hanya 20 persen saja, sedangkan 80 persen dipenuhi oleh gas bumi.

Sementara itu, harga gas telah disubsidi oleh pemerintah dan ditetapkan sebesar US$6/MMBTU sejak April 2021.

"Kalau seandainya [harga batu bara] naik tidak terkendali, kami akan akan switch ke gas," katanya kepada Bisnis, Selasa (7/9/2021).

Strategi itu, lanjut Tossin, menjadikan kenaikan harga batu bara tidak terlalu berpengaruh terhadap ongkos produksi pupuk.

Dia melanjutkan, dari lima produsen pupuk dalam negeri yang berada di bawah naungan PT Pupuk Indonesia (Persero), yakni PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Iskandar Muda, dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, tiga diantaranya menggunakan batu bara sebagai salah satu bahan bakar produksi. Ketiganya yakni Pupuk Sriwidjaja, Pupuk Iskandar Muda, dan Pupuk Kaltim.

Sementara itu, target kapasitas produksi pupuk nasional tidak berubah di angka 12 juta ton, untuk memenuhi sekitar 9 juta ton kebutuhan konsumsi dalam negeri.

"Dengan adanya kenaikan harga batu bara ini, target tidak berubah," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan harga batu bara acuan (HBA) pada September 2021 mencapai US$150,03 per ton seiring kenaikan permintaan batu bara dari China.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan bahwa angka tersebut naik US$19,04 per ton dibandingkan dengan Agustus 2021, yakni US$130,99 per ton. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan batu bara dari China. Selain itu, kebutuhan batu bara di China untuk pembangkit listrik juga telah melampaui kapasitas pasokan batu bara domestik.

“Ini adalah angka yang cukup fenomenal dalam dekade terakhir. Permintaan China yang tinggi melebihi kemampuan produksi domestiknya, serta meningkatnya permintaan batu bara dari Korea Selatan dan kawasan Eropa seiring dengan tingginya harga gas alam,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper