Bisnis.com, JAKARTA - Aplikasi pesan instan WhatsApp milik Facebook didenda 225 juta euro atau US$267 juta oleh pengawas data Irlandia karena melanggar aturan privasi data Uni Eropa.
Komisi Perlindungan Data Irlandia mengatakan pada hari Kamis (2/9/2021) bahwa WhatsApp tidak cukup memberi tahu warga Uni Eropa tentang apa yang dilakukannya dengan data pengguna.
Regulator mengatakan WhatsApp gagal memberi tahu otoritas Eropa bagaimana informasi pribadi pengguna dikumpulkan dan digunakan, serta bagaimana WhatsApp berbagi data dengan Facebook.
Komisi Perlindungan Data telah memerintahkan platform, yang digunakan oleh 2 miliar orang di seluruh dunia, untuk mengubah kebijakan privasinya dan cara berkomunikasi dengan pengguna sehingga mematuhi hukum privasi Eropa. Akibatnya, WhatsApp mungkin harus memperluas kebijakan privasinya, yang telah dikritik oleh beberapa pengguna dan perusahaan karena terlalu panjang dan rumit.
Dikutip dari CNBC.com, Seorang juru bicara WhatsApp mengatakan bahwa perusahaan berencana untuk mengajukan banding.
"WhatsApp berkomitmen untuk menyediakan layanan yang aman dan pribadi," kata juru bicara itu. “Kami telah berupaya untuk memastikan informasi yang kami berikan transparan dan komprehensif dan akan terus melakukannya.”
Baca Juga
"Kami tidak setuju dengan keputusan hari ini mengenai transparansi yang kami berikan kepada orang-orang pada tahun 2018 dan hukumannya sepenuhnya tidak proporsional," tambah juru bicara itu.
Dalam FAQ di situsnya, WhatsApp menyatakan bahwa perusahaan membagikan nomor telepon, data transaksi, interaksi bisnis, informasi perangkat seluler, alamat IP, dan informasi lainnya dengan Facebook. Dikatakan perusahaan tidak berbagi percakapan pribadi, data lokasi atau log panggilan.
Denda WhatsApp adalah hukuman terbesar yang diberikan regulator Irlandia untuk pelanggaran Peraturan Perlindungan Data Umum Eropa. GDPR mengharuskan perusahaan jelas dan terbuka tentang bagaimana mereka menggunakan data pelanggan.
Undang-undang tersebut – disetujui pada April 2016 dan diberlakukan sejak 2018 – menggantikan undang-undang sebelumnya yang disebut Petunjuk Perlindungan Data dan ditujukan untuk menyelaraskan aturan di seluruh blok UE yang beranggotakan 27 negara.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa regulator UE terlalu lambat untuk memberlakukan undang-undang dan mengeluarkan hukuman pada perusahaan teknologi besar yang gagal mematuhinya.