Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hadapi Situasi Sulit, 58 Persen Utang KAI dari Penugasan Pemerintah

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melaporkan bahwa sebanyak 58 persen utang yang tercatat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2021 berasal dari penugasan pemerintah.
Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia./ANTARA
Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia./ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melaporkan bahwa sebanyak 58 persen utang yang tercatat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2021 berasal dari penugasan pemerintah.

Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan bahwa kondisi keuangan perseroan sangat terdampak pandemi Covid-19, khususnya dari angkutan penumpang yang selama ini berkontribusi hampir 40 persen dari total pendapatan usaha perseroan.

Menurutnya, hal itu tentu berdampak pada kinerja profitabilitas dan arus kas aktivitas. Dampak pandemi Covid-19 juga dipastikan akan terus berlanjut di tahun ini.

“Kemudian penugasan yang diterima KAI dalam beberapa tahun terakhir, seperti LRT Jabodetabek, KA Bandara Soetta, dan proyek KCJB berkontribusi dalam menaikkan leverage dan biaya bunga KAI. Pada RKAP 2021, 58 persen dari debt berasal dari penugasan,” kata Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Kamis (2/9/2021).

Dia bercerita, pada 2019 total penumpang KAI mencapai 429,3 juta. Setelah adanya pandemi pada 2020, jumlah penumpang terjun bebas menjadi hanya 186,8 juta.

“Kami kehilangan lebih dari 50 persen atau sekitar 60—70 persen penumpang dari tahun ke tahun,” ujarnya.

Sementara untuk tahun ini, kata Didiek, perseroan sempat berharap dapat mencapai 214 juta penumpang. Namun hal itu juga sulit tercapai, mengingat banyaknya kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat demi menekan laju penularan Covid-19.

“Rasanya juga sulit tercapai, karena banyak pembatasan seperti PSBB, larangan mudik dan lainnya. Ditambah kami juga komitmen mengikuti arahan pemerintah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan membatasi kapasitas penumpang maksimum 70 persen,” tutur Didiek.

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio juga menilai KAI sedang berada dalam kondisi SOS atau darurat. Hal ini disebabkan oleh berbagai penugasan yang dinilai justru membebani keuangannya.

Menurut Agus, kondisi terakhir KAI setelah transformasi yaitu memerlukan bantuan peremajaan armada untuk peningkatan daya angkut.

Namun, hal ini terhambat karena penugasan dari pemerintah yang dinilai justru membebani KAI, yaitu Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), LRT Palembang, dan LRT Jabodebek.

“Belum lagi ditambah dengan kondisi pandemi saat ini. Keterlambatan peremajaan armada dinilai akan memperburuk pelayanan KAI,” imbuhnya dalam Webinar Nasional Mengenang Transformasi Kereta Api di Era Digital beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Editor : Lili Sunardi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper