Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS dinilai paling ekonomis dibandingkan dengan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang tersedia di dalam negeri saat ini.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan bahwa pesatnya perkembangan teknologi PLTS membuat harganya semakin ekonomis.
Hal itu pun membuat tenaga surya sebagai EBT yang paling ekonomis dibandingkan dengan energi bersih lainnya.
“Karena teknologinya semakin berkembang, maka biaya investasi capex-nya menurun dengan cepat. Yang kami lihat, perkembangan modul surya dan efisiensinya semakin tinggi dan murah,” katanya kepada Bisnis, Minggu (22/8/2021).
Fabby menuturkan, tenaga surya juga memiliki masa depan yang cerah untuk dikembangkan dan memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.
Indonesia sendiri tercatat memiliki potensi tenaga surya sebesar 3.400—20.000 gigawatt (GW) dari total lahan yang cocok untuk pengembangan PLTS.
Dengan pemanfaatan yang hanya 4 persen dari total lahan yang ada saja, kata Fabby, tenaga surya sudah dapat menopang pemenuhan energi dari EBT.
“Kalau ini dikembangkan, semuanya itu cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan energi Indonesia pada 2050, bahkan berlebihan,” jelasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, potensi EBT di dalam negeri paling besar masih bersumber dari tenaga surya dengan total potensi 208 gigawatt (GW).
Sementara itu, potensi EBT lainnya seperti hidro dengan potensi 75 GW, angin 60,6 GW, bioenergi 32,6 GW, dan panas bumi 23,9 GW, serta potensi dari energi laut sebesar 17,9 GW.