Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Ekspor Terancam Keterbatasan Pasar dan Produk

Kenaikan ekspor Indonesia yang signifikan sepanjang semester I/2021 banyak dipengaruhi oleh permintaan tinggi dari China, pasar tujuan ekspor terbesar Indonesia.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Target untuk menjadikan ekspor sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi pada 2022 berisiko menghadapi kendala jika pola perdagangan luar negeri Indonesia tak berubah.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan kenaikan ekspor Indonesia yang signifikan sepanjang semester I/2021 banyak dipengaruhi oleh permintaan tinggi dari China, pasar tujuan ekspor terbesar RI.

Ekspor ke China pada Januari sampai Juni tahun ini tercatat mencapai US$102,87 miliar atau setara dengan 21,82 persen dari total ekspor Indonesia.

“Dari sisi tujuan, memang harus lebih banyak didorong ke luar China. Sekarang masih didorong penyerapan China dan di luar itu masih terbatas. Kalau di China menurun, akan memengaruhi ekspor kita sehingga dampaknya bisa terasa,” kata Faisal, Selasa (17/8/2021).

Meskipun pasar di luar China memiliki nilai yang yang jauh lebih kecil, Faisal mengatakan pasar-pasar tersebut tetap memiliki potensi sebagai penggerak ekspor. Dia menyebutkan negara-negara nontradisional dengan perekonomian yang masih di bawah Indonesia bisa menjadi penyerap produk manufaktur Indonesia yang cenderung memiliki nilai tambah lebih tinggi.

Faisal menyoroti pula pengaruh harga komoditas terhadap kinerja ekspor sepanjang pandemi, terutama pada harga batu bara dan minyak sawit.

Meskipun terdapat produk manufaktur dengan pertumbuhan tinggi seperti besi dan baja, Faisal menilai sumbangsih produk tersebut bisa tidak bertahan lama karena termasuk golongan sumber daya yang tidak bisa diperbarui.

“Meskipun besi dan baja masuk produk manufaktur, tetapi tergolong manufaktur dengan nilai tambah yang relatif rendah. Artinya proses pengolahan belum panjang. Saya pikir itu, manufaktur belum melalui proses pengolahan bernilai tambah yang optimal. Kita tahu komoditas ini tidak bertahan lama, harus ada transformasi dari komoditas ke manufaktur,” lanjutnya.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio mengatakan produk-produk komoditas alam menjadi kelompok barang ekspor yang bisa digenjot pada 2021, mengingat harga dan permintaannya cenderung masih tinggi. Dari sisi pasar, Indonesia perlu mewaspadai situasi pasar utama seperti China yang menghadapi risiko penyebaran varian delta.

“Pasar yang besar di China dan India, tetapi ini perlu diantisipasi. Apalagi ada risiko penyebaran varian delta di China yang berisiko mengganggu perekonomian di sana,” kata Andry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper