Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5 hingga 5,5 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2022.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat ada inkonsistensi pemerintah dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi dengan penerimaan pajak pada 2022.
Adapun pada 2022, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp1.506,91 miliar, lebih tinggi 22,5 persen dari target APBN Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun.
“Ini sangat signifikan ya. Kenaikan penerimaan perpajakan jika tidak hati-hati bisa menggerus daya beli masyarakat,” katanya kepada Bisnis, Senin (16/8/2021).
Dengan demikian, menurut Bhima, konsumsi rumah tangga terhadap barang dan jasa pada akhirnya akan terpengaruh.
“Pemerintah kan sedang membahas RUU KUP, tidak mungkin bisa dalam waktu singkat implementasinya langsung menaikkan penerimaan pajak 22,5,” jelasnya.
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah juga menargetkan tingkat inflasi 2022 pada kisaran 3 persen. Menurut Bhima, target tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga terlampau jauh.
“Ketika ekonomi ditarget tumbuh 5 hingga 5,5 persen, maka efek ke sisi permintaan akan menimbulkan inflasi sisi permintaan [demand pull]. Dari sisi pasokan, tekanan harga terjadi karena fluktuasi harga komoditas yang cenderung ke atas,’ katanya.
Ketika harga bahan baku naik, maka harga jual akhir dari industri pun akan meningkat. Dengan demikian, Bhima menilai target inflasi 3 persen belum mempertimbangkan aspek sisi permintaan maupun pasokan.
Sementara itu, pemerintah menargetkan nilai tukar rupiah pada 2020 akan mencapai level Rp14.350 per dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut Bhima, proyeksi pemerintah tersebut masih belum mempertimbangkan faktor eksternal, misalnya perubahan geopolitik karena eskalasi di Timur Tengah dan tapering off yang dilakukan oleh bank sentral di negara maju.
“Faktor-faktor ini dapat menekan kurs rupiah maupun meningkatkan bunga SBN. Pemerintah pd sekali rupiah bisa Rp14.350 di 2022, padahal ketidakpastian eksternalnya cukup besar,” tuturnya.