Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengumumkan akan mulai memberi izin operasional industri berorientasi ekspor menjadi 100 persen secara bertahap. Namun, ketentuan dalam Inmendagri No. 30/2021 belum secara eksplisit memberi izin tersebut.
Beleid tersebut hanya menyebutkan bahwa industri berorientasi ekspor dapat beroperasi maksimal 50 persen dalam satu shift untuk pekerja di pabrik atau sarana produksi di kawasan PPKM level 3 dan 4. Kebijakan ini tidak berubah dibandingkan dengan aturan sebelumnya.
Kinerja industri nasional sendiri memperlihatkan penurunan sepanjang Juli ketika PPKM darurat diberlakukan. Hal ini terlihat dari anjloknya Indeks Pembelian Manufaktur (PMI) Indonesia ke level 40,1 pada Juli 2021 setelah sempat menyentuh 53,5 pada Juni 2021.
IHS Markit dalam laporannya menyoroti peningkatan gangguan yang timbul dari gelombang kedua Covid-19 yang memicu pengurangan produksi dan permintaan. Pesanan ekspor juga terdampak dan jatuh untuk pertama kalinya dalam empat bulan dengan tingkat lebih cepat daripada penurunan pekerjaan baru secara keseluruhan.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa paruh kedua 2021 sejatinya merupakan masa krusial bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspor di tengah tren normalisasi permintaan global. Dia memperkirakan tren normalisasi berpotensi berlanjut sampai tahun depan sehingga kembali ke level 2019 sehingga Indonesia harus memanfaatkan peluang ini
Shinta tidak mempermasalahkan soal kemunculan gelombangan kasus Covid-19 baru di negara-negara mitra dagang dan basis produksi seperti China dan Vietnam. Shinta justru berpandangan bahwa situasi tersebut bisa membuat harga komoditas dari kedua negara tersebut terkerek, sehingga bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memasok barang substitusi.
“Kalau kita merespons momentum ini dengan segera menggenjot produktivitas ekspor yang salah satunya didukung oleh kebijakan PPKM yang lebih longgar, kami cukup yakin kinerja ekspor kita akan terus mengalami peningkatan yang signifikan pada semester II. Karena itu pengendalian pandemi dan relaksasi PPKM saat ini atau dalam waktu dekat sangat kami nantikan,” paparnya, Rabu (11/8/2021).
Kendati demikian, Shinta mengatakan pemanfaatan momentum tidak bisa hanya dilakukan dengan relaksasi PPKM. Lebih dari itu, perlu adanya dukungan pembiyaan perdagangan, fasilitas ekspor dan impor, dan dukungan logistik yang memadai karena karena pandemi telah menghambat kelancaran perdagangan.
“Momentum ini juga belum bisa kita manfaatkan dengan diversifikasi pasar karena pandemi secara umum menekan negara-negara nontradisional dan pemulihan permintaan lebih banyak didorong oleh mitra utama seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa,” jelasnya.
Diversifikasi pasar selain ke China, kata Shinta, lebih banyak menyasar ke Amerika Serikat dan Uni Eropa dan terbatas pada produk-produk tertentu sesuai permintaan destinasi ekspor.
“Amerika Serikat dan Uni Eropa memiliki karakter demand dan standar produk ekspor yang sangat jauh berbeda dengan China. Selebihnya mungkin hanya bisa dialihkan ke pasar Asean, India atau negara Asia lainnya yang standar produknya lebih dekat dengan standar produk ekspor ke China,” paparnya.