Bisnis.com, JAKARTA – Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti memperkirakan Indonesia akan sulit untuk kembali ke lintasan atau trajectory ekonomi sebelum pandemi Covid-19, jika tidak melakukan perubahan yang fundamental.
Amalia menyebut dampak krisis akibat pandemi Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia mirip dengan krisis finansial yang dihadapi pada 1998.
Pada saat itu, untuk mengembalikan trajectory Indonesia sebelum 1998 membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan, hingga saat ini Indonesia belum bisa kembali ke trajectory PDB sebelum adanya krisis.
“Jadi, inilah dampak permanen yang kemungkinan bisa kita juga alami setelah Covid-19 ini, jika kita tidak melakukan perubahan yang fundamental,” ujar Amalia pada diskusi virtual 50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, Rabu (4/8/2021).
Saat ini, Indonesia bahkan sudah mulai merasakan dampak dari krisis akibat pandemi yang juga terjadi secara global ini. Seperti kontraksi ekonomi di 2020 yang mengoreksi tingkat kesejahteraan dan status Indonesia oleh World Bank, kembali menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income) setelah sempat menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) di 2019.
Pandemi Covid-19 juga menyebabkan terhambatnya pengentasan kemiskinan, meningkatnya ketimpangan, dan perubahan struktur tenaga kerja yang ditandai dengan semakin banyaknya pekerja beralih ke sektor informal.
Baca Juga
“Pandemi Covid-19 ini diperkirakan menyebabkan biaya yang permanen buat Indonesia ke depan jika kita tidak melakukan sesuatu yang fundamental,” tutur Amalia.
Di sisi lain, Amalia mengatakan Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang banyak untuk diselesaikan dan semakin besar akibat adanya pandemi.
Contohnya yaitu masih besarnya porsi komoditas non-olahan pada struktur ekonomi Indonesia sejak krisis finansial Asia, ekspor manufaktur dan ekspor per kapita yang lebih rendah dari negara tetangga, diversifikasi ekspor yang masih rendah, serta kinerja sektor manufaktur yang turun terlalu cepat.
“Jadi sebenarnya Indonesia masih punya PR [pekerjaan rumah] sebelum pandemi Covid-19, dan PR ini kemudian diperbesar dengan adanya krisis akibat pandemi Covid-19. PR yang lalu ini tetap harus kita tuntaskan,” jelasnya.