Bisnis.com, JAKARTA - Virus Corona varian delta yang menyebar di China menjadi tekanan baru bagi ekonomi kedua terbesar dunia itu.
China melaporkan 86 infeksi virus Corona baru hari ini, Rabu (4/8/2021), termasuk 15 kasus tanpa gejala. Wabah ini sebelumnya dimulai dengan sekelompok infeksi di antara staf kebersihan bandara di Nanjing, China sebelah timur, pada pertengahan Juli lalu.
Infeksi yang dipicu varian delta pun kini telah menyebar ke 15 dari 32 provinsi China, termasuk titik pusat wabah di Wuhan dan ibu kota Beijing yang kini dijaga ketat dengan penutupan jalur transportasi.
"Beijing harus dijaga dengan segala cara, dengan tindakan tercepat, paling ketat dan tindakan paling tegas," kata Sekretaris Partai Komunis Beijing Cai Qi dalam pertemuan pada Minggu lalu, dilansir South China Morning Post.
Wakil Perdana Menteri China Sun Chunlan mengatakan kepada para pejabat provinsi dan ahli bahwa menekan wabah dari kasus impor adalah prioritas utama pengendalian epidemi saat ini. Kontrol tersebut tidak boleh dilonggarkan meski sesaat.
"Semua departemen harus melaksanakan tugasnya dan semua orang memenuhi tanggung jawab dan mengimplementasikan kebijakan terkait. Kontrol epidemi harus ditangani dengan tindakan yang ketat," katanya.
Baca Juga
Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, mengatakan ekonomi China masih menghadapi tekanan yang sangat besar, terutama melihat angka manufaktur terbaru.
Survei indeks manajer pembelian (PMI) pada Juli menunjukkan manufaktur berada di bawah tekanan. Meskipun PMI jasa Caixin mengalami rebound tajam dari level terendah 14 bulan pada Juni, prospeknya tetap redup.
"Indeks itu menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi tidak pada pijakan yang pasti. Ekonomi masih menghadapi tekanan ke bawah yang sangat besar," kata Wang dilansir Bloomberg.
Beijing telah berusaha untuk memacu konsumsi dalam perekonomian agar tidak terlalu bergantung pada pendorong pertumbuhan lama seperti investasi dan properti.
Sementara itu, trader meningkatkan taruhan untuk pelonggaran moneter, dengan imbal hasil obligasi dan indikator suku bunga di masa depan keduanya pada posisi terendah satu tahun.
Reli utang negara pada Senin (2/8/2021) mengikuti kenaikan tujuh minggu berturut-turut, kemenangan beruntun terpanjang sejak perang dagang dengan AS pecah pada 2018.
Hasil benchmark 10-tahun telah turun hampir 45 basis poin dari tertinggi Februari, didukung oleh arus masuk asing dan penundaan penerbitan obligasi pemerintah daerah. Obligasi juga telah didorong oleh permintaan safe haven yang dipicu oleh aksi jual saham.
"Produksi telah terhindar dari penguncian nasional yang menghantam ekonomi pada awal 2020. Meski begitu, kemungkinan pemotongan rasio persyaratan cadangan untuk meredam pukulan terhadap ekonomi meningkat," kata Chang Shu, Kepala Ekonom Asia di Bloomberg Economics.