Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas Sebut Pandemi Covid-19 Bikin Struktur Tenaga Kerja Berubah

Bappenas mencatat tenaga kerja di sejumlah lapangan usaha mengalami penurunan seperti industri pengolahan, konstruksi, jasa pendidikan, administrasi pemerintahan, dan pertahanan, serta jasa keuangan dan asuransi.
Sejumlah buruh pabrik pulang kerja di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (17/4/2020)./ANTARA FOTO-Fauzan
Sejumlah buruh pabrik pulang kerja di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (17/4/2020)./ANTARA FOTO-Fauzan

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan sejumlah dampak di berbagai sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini, mulai dari tenaga kerja, kemiskinan, hingga ketimpangan.

Pertama, Bappenas menyebut struktur tenaga kerja di Indonesia berubah akibat pandemi Covid-19. Tenaga kerja mulai beralih dari lapangan kerja formal dengan produktivitas tinggi ke sektor informal.

"Sehingga produktivitasnya lebih rendah," kata Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar dalam acara 50 Tahun CSIS, dikutip dari tempo.co, Rabu (1/8/2021).

Bappenas mencatat tenaga kerja di sejumlah lapangan usaha mengalami penurunan seperti industri pengolahan berkurang 1,72 juta. Lalu konstruksi, jasa pendidikan, administrasi pemerintahan, dan pertahanan, jasa keuangan dan asuransi di bawah angka 1 juta.

Sebaliknya, tenaga kerja di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 2,78 juta. Lalu di lapangan usaha perdagangan besar dan ecaran, reparasi naik menjadi 540.000. Akan tetapi, Amalia belum menjelaskan secara rinci alasan lapangan usaha pertanian dan lain-lain dikategorikan memiliki produktivitas rendah.

"Fenomena perpindahan dari formal ke informal dalam tenaga kerja ini perlu dapat perhatian," kata Amalia.

Ia pun menyinggung soal pelajaran saat krisis Asia 1998. Saat itu, ada 4,6 juta orang yang kembali bekerja ke sektor pertanian. Ternyata, kata dia, butuh 10 tahun setelah krisis Asia atau tepatnya 2008 untuk kembali ke tingkat produktivitas kerja sebelum krisis.

Kedua, progres pengentasan kemiskinan yang semakin terhambat. Ia mencatat tingkat kemiskinan semula turun dari 10,64 persen (Maret 2017) menjadi 9,22 persen (September 2019). Lalu naik menjadi 10,14 persen (Maret 2021).

Bappenas pun menyebut butuh upaya untuk mengembalikan tingkat kemiskinan ini menjadi di bawah satu digit lagi, seperti sebelum pandemi.

Selain itu, Bappenas mencatat ada 140 juta penduduk Indonesia atau 52 persen yang masih berada di kelompok rentan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (2,9 [persen) dan Thailand (6,2 persen). Alhasil, kelompok ini sangat rentan jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

Ketiga, ketimpangan yang semakin meningkat. Ia mencatat indeks ketimpangan yang diukur dari rasio gini awalnya turun dari tahun 2013 ke 2019. Lalu naik lagi hingga 2021. Terakhir pada Maret 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio gini mencapai 0,34 persen (makin besar makin timpang).

Di sisi lain, ia menyoroti Dana Pihak Ketiga (DPK) alias simpanan di perbankan yang didominasi masyarakat kelas menengah ke atas. Pada 2020, hampir 50 persen komposisi dari DPK di perbankan merupakan simpanan di atas Rp5 miliar. Sementara, simpanan di bawah Rp100 juta hanya sekitar 10 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper