Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Pajak Karbon, Industri Tekstil: Lanjutkan Perdagangan Karbon

Industri tekstil menilai perdagangan karbon lebih tepat untuk dilanjutkan daripada mencanangkan pajak karbon.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disarankan tetap menjalankan perdagangan karbon dibandingkan dengan pajak karbon yang akan dicanangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai upaya penanganan perubahan iklim.

Analis Industri dan Perdagangan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil Syauqi mengusulkan alternatif lain seperti melakukan perdagangan karbon kepada negara-negara industrial maju. Pasalnya, permasalahan emisi karbon adalah masalah dunia yang perlu ditanggulangi bersama.

Sementara, Indonesia sebagai paru-paru dunia perlu mendapatkan dukungan dari negara-negara industrial.

"Mereka yang menghasilkan karbon harus membayar kepada Indonesia. Seperti tahun lalu, Norwegia memberikan Rp812,86 miliar kepada kita karena berhasil mengurangi emisi karbon dari kegiatan perubahan iklim, dan perdagangan karbon ini perlu dilanjutkan,” katanya melalui siaran pers, Kamis (29/7/2021).

Dia menambahkan, jika pajak karbon ini terpaksa diterapkan, sebaiknya pungutan kebijakan tersebut dapat dilakukan secara bertahap dan dibuatkan batas minimum pengeluaran karbon yang dihasilkan industri.

Farhan juga menyebut pemerintah perlu merancang insentif emisi karbon bagi industri dalam negeri. Dengan hal itu, industri akan terdorong untuk mengganti energi lama menjadi energi terbarukan.

“Pendekatannya perlu menggunakan insentif. Insentif ini diberikan jika perusahaan tersebut berhasil mengurangi emisi karbonnya. Dengan begitu, perusahaan yang berbondong-bondong meninggalkan teknologi lama dan beralih ke teknologi yang ramah lingkungan,” ujarnya.

Namun, tentunya industri perlu waktu untuk mentransformasikan teknologinya. Penerapan ambang batas karbon juga perlu disesuaikan per sektor industri.

Menurutnya, pengenaan pajak karbon ini dapat dilakukan setelah insentif pengurangan emisi karbon diberikan. Untuk mengimbanginya, pemerintah juga dapat menerapkan punishment kepada industri yang secara sengaja menambah emisi karbon pada proses produksinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper