Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pengumpulan data penerima bantuan subsidi upah dengan terjun ke lapangan.
Namun demikian, setidaknya pemerintah masih punya cara untuk mengifisienkan anggaran yang sudah dialokasikan.
Ekonom Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menilai pemerintah harus meminimalisir kesalahan dalam penyaluran bantuan subsidi upah. Menurutnya, ada 2 langkah yang bisa diambil pemerintah, antara lain; pertama, menargetkan pekerja di sektor usaha paling terdampak, baik dari sisi durasi maupun kedalaman kontraksi.
"Misalnya, industri pariwisata, ritel perdagangan besar, dan transportasi yang sudah 1 tahun lebih belum lepas dari dampak pandemi. Dengan kata lain, pekerja di sektor-sektor itu banyak yang terdampak dan turun pendapatannya," kata Faisal, Kamis (22/7/2021).
Kedua, pemerintah bisa melakukan perbandingan data di BPJS Ketenagakerjaan dengan sumber data pekerja terdampak lainnya. Termasuk, BPS yang juga menyajikan data mengenai dampak Covid-19 di sektor ketenagakerjaan di mana terdapat klasifikasi mengenai pekerja sektor formal dan informal yang terdampak.
Kendati tidak akan menghilangkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses penyalurannya, sambung Faisal, setidaknya pemerintah bisa mengurangi tingkat eror sehingga tidak menghamburkan APBN dan tidak memberikan dampak terhadap ekonomi.
Berdasarkan data terakhir BPS, terdapat 19,10 juta orang atau 9,30 persen penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19. Jumlah tersebut terdiri atas pengangguran karena Covid-19 sebanyak 1,62 juta orang, bukan angkatan kerja sebanyak 0,65 juta orang.
Sementara untuk angkatan kerja yang tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 15,72 juta orang.
"Sumber-sumber data lain bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh Kemenaker. Data lain harus dipakai untuk dijadikan sumber kroscek untuk mengurangi eror," jelasnya.