Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyatakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat menekan utilisasi industri antara dan hilir plastik nasional.
Ketua Umum Inaplas Edi Rivai mengatakan hal tersebut disebabkan oleh pemerintah yang masih melakukan razia terhadap pelaku industri kecil dan menengah (IKM), serta menutup toko plastik kecil yang mengakibatkan terganggunya rantai pasok industri plastik nasional.
“Yang kendala di midstream dan downstream. Kami running sampai 70—80 persen yang tadinya running 90 persen. Kalau tahun lalu turun sampai 50—60 persen, kami sangat tidak menginginkan ini [terulang],” katanya dalam konferensi pers Wacana Pengenaan Pelarangan Beroperasi Bagi Sektor Industri Manufaktur selama penerapan PPKM Mikro Darurat, Rabu (21/7/2021).
Edi berharap, penutupan maupun razia terhadap toko plastik dan IKM plastik tidak terjadi lagi pada perpanjangan PPKM Mikro Darurat sampai 25 Juli 2021. “Kami harapkan kebijakan PPKM ini terstruktur, jangan sampai kebijakannya jadi represif,” ucapnya.
Di sisi lain, Edi meminta agar pemerintah memberikan insentif berupa subsidi listrik. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran pemanasan pada industri plastik menggunakan listrik.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa saat ini permintaan yang masih terkoreksi adalah kemasan untuk kegiatan outdoor seperti pesta dan pariwisata. Namun, selain itu permintaan plastik kemasan masih stabil dan cenderung meningkat.
“Penurunan untuk pesta dan pariwisata sudah sekitar 30 persen, tetapi yang lainnya, apalagi dengan peningkatan belanja e-commerce dan Iduladha nanti kami akan dukung dengan produksi penuh,” katanya.
Fajar menyebut, PPKM darurat dan tren penggunaan kemasan kecil di pasar tradisional juga menjadi pendorong peningkatan kinerja industri plastik saat ini.
Dalam kesempatan itu, Fajar juga mengapresiasi pemerintah yang memasukkan industri petrokimia dalam golongan kritikal saat ini. Artinya, industri ini dimungkinkan untuk berproduksi 100 persen dan menjalankan distribusi tanpa hambatan.
Meski demikian, pihaknya juga tetap berkomitmen untuk memperketat protokol kesehatan dengan menjaga jarak dan double masker sesuai dengan instruksi Kementerian Perindustrian.
“Dari sisi pelaporan kami juga diminta dengan frekuensi yang lebih pendek, bahkan hampir setiap hari pelaporan. Jadi meski WFH [work from home], tetap banyak pekerjaan,” ujarnya.