Bisnis.com, JAKARTA—PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) menargetkan mulai melakukan pembangunan pabrik baterai untuk kendaraan listrik pada 2022.
Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan bahwa hingga saat ini holding baterai bersama dua calon mitra global, yakni Konsorsium LG (LG Energy Solution) asal Korea Selatan dan Konsorsium CBL atau Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) asal China, masih melakukan kajian bersama terkait proyek tersebut.
Kajian yang dilakukan meliputi pengembangan proyek, studi kelayakan, hingga struktur pendanaan. Rencananya, pembangunan pabrik baterai sel tahap pertama berkapasitas 10 gigawatt hour (GWh) akan dimulai pada 2022.
“Di 2022 akan ada satu pabrik 10 GWh yang menjadi breakthrough untuk dapat quick solution produksi baterai di Indonesia,” katanya dalam acara Investor Daily Summit 2021, Rabu (14/7/2021).
Setelah itu, kata Toto, fasilitas lain yang menjadi bagian dari rantai nilai proyek baterai kendaraan listrik secara end to end, seperti smelter RKEF dan HPAL, serta pabrik daur ulang ditargetkan dapat mulai beroperasi pada 2024.
Adapun, pabrik baterai sel ditargetkan dapat mulai beroperasi pada 2025. “Sehingga pada 2025 inilah baru bisa kita dapatkan baterai di Indonesia dengan skala besar. Benar-benar produksi di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, total investasi proyek baterai kendaraan listrik secara end to end dengan kapasitas 140 GWh diperkirakan mencapai US$15,3 miliar.
Dengan kapasitas produksi produksi yang mencapai 140 GWh, IBC akan menjadi salah satu pemain baterai kendaraan listrik dunia.
“Dengan produksi 140 GWh, IBC mungkin saat itu jadi pemain dengan produksi baterai sel 20 persen kebutuhan dunia. Jadi sudah termasuk pemain global, dan harusnya dengan integrasi kami sampai industri nikel, kami mendapat nilai kompetitif dari segi keekonomian,” jelasnya.