Bisnis.com, JAKARTA—Mahalnya harga kontainer ekspor membuat industri keramik belum mau mengandalkan penjualan ke luar negeri dan fokus untuk lebih agresif mengisi pasar dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan bahwa kinerja ekspor Asaki periode Januari—April 2021 senilai US$19,7 juta, atau hanya naik 1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Padahal, target sampai akhir tahun ini adalah naik 15—20 persen, karena tahun lalu kinerja ekspor bisa bertumbuh hingga 30 persen.
“Industri lain sepertinya juga mengalami hal yang serupa, yaitu kendala utama mahalnya kontainer ekspor atau Ocean Freight, terutama negara tujuan Eropa, USA, dan Timur Tengah,” katanya kepada Bisnis, Kamis (8/7/2021).
Edy pun menyayangkan hal tersebut, karena peluang ekspor produk keramik saat ini cukup tinggi. Saat ini, produsen keramik di Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-8 dunia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 538 juta meter persegi per tahun, dan mampu menyerap tenaga kerja sekitar 150.000 orang.
Di Sisi lain, ubin keramik dalam negeri saat ini telah mampu menembus pasar ekspor negara-negara Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Bahkan khusus untuk produk ubin atau porcelain slab ukuran 3,2 meter x 1,6 meter, baru Indonesia yang mampu memproduksinya di Asean.
Selaras dengan hal tersebut, Asaki menjamin kemampuan pasok, karena masih tersedia idle capacity sebesar 25—30 persen dari total kapasitas terpasang industri keramik yang berkisar 550 juta meter persegi.
Sebagai catatan, kinerja utilisasi industri keramik semester I/2022 sebesar 74,5 persen ,jauh lebih baik dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang hanya 45 persen.
“Kami proyeksikan utilisasi bisa merangkak naik ke 78 persen pada kuartal III/2021, tetapi dengan penerapan PPKM darurat di Jawa-Bali tentunya akan mempengaruhi kinerja industri keramik secara keseluruhan,” ujar Edy.
Menurutnya, kegiatan proses produksi dan mobilisasi saat ini relatif normal dan lancar, karena anggota Asaki telah mengurus IOMKI atau Izin Operasional dan Mobilisasi Kegiatan Industri dengan persyaratan yang ketat.
Industri keramik juga terhitung sebagai sektor kritikal yang harus melaporkan kegiatan serta mobilitas industri secara mingguan kepada Kemenperin melalui SIINAS.
Untuk jangka pendek, dari sisi perdagangan tentunya industri keramik mengalami gangguan akibat PPKM darurat ini, karena mobilisasi pelanggan menjadi terbatas dan cenderung menahan diri untuk berkunjung ke toko bahan bangunan keramik.