Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat mendesak para pejabat Eropa untuk mempertimbangkan kembali rencana untuk memberlakukan pajak digital baru di 27 anggotanya dalam perselisihan yang mengancam akan merusak kemajuan signifikan yang dibuat baru-baru ini menuju perjanjian pajak perusahaan global.
Dilansir Bloomberg, Rabu (7/7/2021), menjelang pertemuan minggu ini di Venesia di antara para menteri keuangan G20, pejabat Departemen Keuangan AS mengindikasikan bahwa proposal pajak digital potensial mungkin bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat minggu lalu. AS percaya bahwa pajak semacam itu mendiskriminasi perusahaan asal negara itu.
Pejabat keuangan mengakui bahwa petinggi Eropa berada di bawah tekanan politik untuk tidak mengabaikan rencana untuk mengenakan pajak pada raksasa teknologi.
Mereka mengatakan bahwa sementara para pejabat UE melihat tindakan baru itu sebagai upaya untuk mematuhi perjanjian internasional, para pejabat AS menekankan bahwa tidak mungkin untuk mengetahui apakah itu akan kompatibel sampai teks lengkap dari kesepakatan yang lebih luas tercapai, yang ditargetkan selesai pada Oktober.
Menteri Keuangan Janet Yellen dijadwalkan berbicara dengan Margrethe Vestager, wakil presiden eksekutif Uni Eropa untuk masalah digital kemarin. Vestager akan mengusulkan pajak UE baru atas pendapatan perusahaan teknologi pada 20 Juli, seminggu lebih lambat dari yang direncanakan.
Dalam kesepakatan yang ditengahi di Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), 130 negara dan yurisdiksi minggu lalu mendukung rencana untuk menetapkan tarif minimum bagi perusahaan, bersama dengan aturan untuk berbagi pungutan dari perusahaan multinasional. Bagian terakhir dimaksudkan untuk mengatur perusahaan seperti Facebook Inc. dan Amazon.com Inc., yang mengumpulkan sebagian besar bisnis mereka melalui perdagangan digital lintas batas.
Baca Juga
Kesepakatan itu datang dengan kesepakatan untuk mencabut undang-undang yang ada -- dan mencegah undang-undang baru -- yang berupaya mengenakan pajak atas penjualan digital lintas batas.
Sementara perjanjian OECD menyerukan tarif pajak minimum global setidaknya 15% persen sejalan dengan proposal AS, pejabat Departemen Keuangan mengatakan AS masih mendorong untuk menetapkan tarif itu di atas 15 persen. Pemerintahan Biden secara terpisah mengusulkan tarif 21 persen untuk pendapatan luar negeri dari bisnis AS.
Dalam pengarahan tersebut, pejabat Departemen Keuangan juga menjawab pertanyaan tentang bagaimana politik dalam negeri AS merupakan rintangan bagi perjanjian global yang baru lahir. Seorang pejabat mengatakan bagian dari kesepakatan menyetujui redistribusi pajak perusahaan berdasarkan di mana perusahaan melakukan bisnis akan memerlukan perjanjian multilateral.
Konstitusi AS mengharuskan perjanjian internasional yang dibuat oleh seorang presiden harus disetujui mayoritas dua pertiga Senat, yang mungkin merupakan tantangan signifikan mengingat Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden hanya terdiri dari setengah majelis.
Pejabat keuangan mengatakan proposal AS yang mengarah pada kesepakatan redistribusi pajak dirancang untuk menarik anggota parlemen dari kedua belah pihak, karena menghindari fokus hanya pada perusahaan digital atau menargetkan bisnis AS. Departemen Keuangan juga mengklaim AS tidak akan kehilangan pendapatan pajak dalam kesepakatan itu.
Secara terpisah, mengenai rencana Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menciptakan US$650 miliar cadangan baru, pejabat Departemen Keuangan mengatakan AS mendukung metode alternatif untuk menyalurkan apa yang disebut hak penarikan khusus ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk proposal untuk perwalian baru.
Pertemuan G20 juga diharapkan dapat memfokuskan perhatian baru di antara negara-negara kaya pada pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, serta pada upaya untuk terus menahan virus.
Seorang pejabat mengatakan Yellen akan mendesak negara-negara lain bahwa belum waktunya untuk menarik dukungan fiskal untuk langkah-langkah yang bertujuan memerangi virus dan dampak ekonominya.