Bisnis.com, JAKARTA - China dan Amerika Serikat, dua kekuatan besar dunia memiliki pekerjaan rumah untuk membenahi hubungan dagang. Mei Xinyu, seorang peneliti di Kementerian Perdagangan China, mendorong kedua negara untuk membatalkan atau mengurangi tarif yang dikenakan satu sama lain.
Langkah ini dinilai akan menekan inflasi AS pada saat harga naik lebih cepat dari yang diharapkan.
"Itu akan menjadi pilihan yang rasional. Dengan memotong tarif, itu tidak hanya dapat membantu AS mengurangi tekanan inflasi mereka, tetapi juga dapat menguntungkan konsumen AS," kata Mei, dilansir Bloomberg, Selasa (29/6/2021).
Meredakan perang dagang juga akan membantu mengurangi tekanan pada rantai pasok global. Baru-baru ini, laporan dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menemukan bahwa perang dagang yang dipicu oleh tarif sepihak antara AS dan China telah memangkas pertumbuhan 3 hingga 5 tahun di negara-negara yang terkena dampak.
Di sisi lain, ada potensi yang signifikan bagi negara-negara untuk meningkatkan perdagangan melalui dua kesepakatan besar, yakni Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Kemitraan Trans-Pasifik Komprehensif dan Progresif (CPTPP), yang keduanya melibatkan sejumlah ekonomi di Asia.
Mei melanjutkan, dengan peran China sebagai pengekspor utama AS, tarif yang lebih rendah berarti pengurangan inflasi dan memungkinkan pembuat kebijakan untuk menjaga kebijakan moneter tetap longgar untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Namun, kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar pasti akan menghasilkan pertumbuhan impor yang lebih cepat dari China, yang dapat memperburuk ketidakseimbangan perdagangan antara kedua negara. Melebarnya defisit perdagangan AS dengan China adalah salah satu argumen utama mantan presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif pada saat itu.
"Kebijakan moneter yang longgar dan perdagangan yang lebih seimbang dengan China tidak dapat dicapai pada saat yang bersamaan," kata Mei.
Mei mengatakan situasi politik domestik AS menjadi penghalang lain untuk pembicaraan perdagangan di masa depan. Adapun, kesepakatan perdagangan fase satu yang ditandatangani antara kedua negara pada Januari 2020 tetap memberlakukan tarif yang lebih tinggi pada impor AS senilai ratusan miliar dolar dari China, dan juga pada beberapa ekspor AS ke China.
Sejauh ini, Beijing hanya membuat kemajuan bertahap dalam memenuhi target berdasarkan perjanjian. Mei mengatakan kegagalan China untuk mengikuti kecepatan pembelian yang ditargetkan sebagian karena AS tidak dapat memproduksi dan mengirimkan barang dengan cukup cepat.