Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengingatkan pemerintah terkait dengan risiko utang yang didominasi oleh surat berharga negara (SBN).
Faisal menyampaikan, porsi SBN dalam utang pemerintah mnecapai 87 persen, sangat berisiko jika terjadi aksi jual dalam jumlah yang besar.
“Tak bisa dijadwal ulang. Jika ada aksi jual, semaput kita,” katanya dalam akun Twitter miliknya.
Faisal menjelaskan, berdasarkan data per Maret 2021, sebanyak 22,9 persen obligasi pemerintah dalam denominasi rupiah dipegang oleh investor asing.
“Jika mereka jual, rupiah bakal sempoyongan,” jelasnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun memberikan tanggapan melalui akun Twitter @prastow. Dia menjelaskan bahwa porsi SBN dalam utang pemerintah memang terus mengalami peningkatan.
Baca Juga
Kepemilikan SBN oleh investor domestik pun terus mengalami peningkatan sejak 2017, hal ini menunjukkan risiko utang tetap terkendali.
“Bang @FaisalBasri , terima kasih mengingatkan. Sedikit tambahan info, porsi SBN kita makin besar [87 persen], artinya kita lebih berdaulat karena porsi pinjaman mengecil. Pula, porsi SBN yang dipegang residen semakin besar, 77 persen, dibanding 60 persen pada 2017, sehingga lebih stabil. Mohon terus diawasi,” jelasnya, seperti dikutip Bisnis, Senin (28/6/2021).
Adapun per akhir Mei 2021, Kemenkeu mencatat total utang pemerintah mencapai Rp6.418,15 triliun, setara dengan 40,49 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Posisi utang tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat mencapai Rp6.527,29 triliun.
Tercatat, porsi valuta asing (valas) dalam utang pemerintah mencapai 32 persen pada akhir Mei 2021, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode 2015 yang mencapai 44,6 persen.