Bisnis.com, JAKARTA - Hasil Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya indikasi investasi fiktif senilai Rp15,22 triliun dinilai tidak akan langsung memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan demikian, sebelum adanya klarifikasi dan kesimpulan terkait dengan temuan BPK tersebut, maka dampaknya dinilai belum akan langsung sampai kepada penyerapan tenaga kerja dari instrumen penanaman modal seperti yang dikhawatirkan oleh kalangan ekonom.
Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azzam menilai alih-alih langsung memengaruhi investor, persoalan tersebut akan lebih memengaruhi pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penanaman modal.
"Jadi, dampaknya tidak langsung ke investor dan penyerapan tenaga kerja. Namun, lebih ke policy making terkait dengan penanaman modal ke depannya," ujar Bob, Senin (28/6/2021).
Dengan demikian, dugaan tersebut tidak akan serta merta memperburuk kondisi penyerapan tenaga kerja RI yang sebelumnya diproyeksi anjlok tahun ini akibat penerapan PPKM mikro setelah terjadi pelonjakan kasus Covid-19 dan meningkatnya okupansi rumah sakit.
Penyerapan tenaga kerja RI sempat diyakini mampu menyerap hingga 2,5 juta orang tahun ini. Namun, perkiraan tersebut kini terpangkas berkurang lebih dari separuhnya, yakni hanya akan mencapai 1 juta pekerja karena adanya pelonjakan kasus Covid-19 dan penerapan PPKM mikro.
Baca Juga
Namun, Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya optimistis jumlah tenaga kerja yang terserap dari masuknya investasi pada 2021 mampu bertumbuh 13 persen atau setara dengan 1,3 juta orang dibandingkan dengan serapan tahun lalu yang hanya berjumlah 1,15 juta orang.
Terlepas dari persoalan dugaan investasi fiktif dan pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja dari instrumen penanaman modal, Bob mengatakan hasil temuan tersebut juga mesti diklarifikasi dan pihak-pihak lain tidak cepat dalam mengambil kesimpulan.