Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hampir Akhir Tahun, Capaian Surplus Neraca Dagang US$24,43 Miliar Masih Jauh dari Target

Capaian surplus neraca perdagangan Januari-Oktober 2024 tercatat masih jauh dari target US$31,6 miliar hingga US$53,4 miliar pada 2024.
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Surplus neraca perdagangan barang sepanjang tahun ini atau sejak Januari hingga Oktober 2024 terealisasi senilai US$24,43 miliar. Capaian tersebut tercatat masih jauh dari target US$31,6 miliar hingga US$53,4 miliar pada 2024. 

Untuk mencapai batas bawah target saja, kinerja surplus neraca perdagangan pada dua bulan terakhir di 2024 setidaknya harus senilai US$7,17 miliar atau minimal pada November dan Desember masing-masing US$3,59 miliar. 

Sementara melihat rata-rata surplus dalam 10 bulan terakhir senilai US$2,4 miliar. Dalam dua bulan, hanya akan terkumpul tambahan surplus US$4,8 miliar. 

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menyampaikan surplus yang tidak mencapai target dapat berimbas kepada likuiditas valas domestik, termasuk cadangan devisa. 

Meski demikian, posisi cadangan devisa tetap akan ditentukan oleh minat asing terhadap surat utang Indonesia dan pembayaran maupun penarikan utang. 

Pada kesempatan berbeda, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan terdapat indikasi berkurangnya aliran mata uang asing yang masuk ke Indonesia ketika surplus neraca dagang tidak mencapai target.

Pada gilirannya dapat melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, apalagi jika ditambahkan dengan kondisi di pasar keuangan yang dipengaruhi sentimen dari kondisi instabilitas geopolitik dan hasil Pilpres AS. 

“Pelemahan rupiah ini berpotensi memicu perubahan harga barang-barang impor,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/11/2024). 

Lebih jauh lagi, kata Yusuf, kondisi ini memberikan tekanan langsung terhadap cadangan devisa negara. 

Waswas penurunan cadangan devisa ini dapat mempengaruhi kemampuan Indonesia dalam membiayai impor dan membayar utang luar negeri, serta mengurangi bantalan (buffer) yang dapat digunakan terhadap gejolak eksternal.

Di sisi lain, turunnya surplus juga dapat berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit) dan mempengaruhi persepsi investor global terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Khawatirnya, akan memicu arus modal keluar atau capital outflow.

"Pelebaran pada defisit transaksi berjalan saya kira juga akan ikut menentukan fleksibilitas dari kebijakan terutama kebijakan moneter dalam merespon berbagai kondisi perekonomian,” ujarnya. 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan secara kumulatif hingga Oktober 2024, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus senilai US$24,43 miliar. Berasal dari surplus nonmigas senilai US$41,82 miliar, namun terkoreksi dengan adanya defisit dari neraca migas senilai US$17,39 miliar. 

 

Sementara surplus neraca dagang Indonesia khusus Oktober 2024 senilai US$2,48 miliar atau turun US$0,75 miliar secara bulanan. Secara persentase, surplus tersebut anjlok 0,76% secara bulanan (month to month/MtM) dan 1% secara tahunan (year on year/YoY). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper