Bisnis.com, JAKARTA — Industri baja ringan mengkhawatirkan penurunan permintaan mengingat ketidakpastian Covid-19 yang kini semakin di luar kontrol.
Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Stephanus Koeswandi menyebut permintaan yang melandai sudah dirasakan produsen sejak periode Lebaran lalu. Adapun, pada periode lima bulan pertama produsen masih sempat merasakan pertumbuhan berkisar 12-13 persen.
"Meski kenaikan itu juga harus dilihat dengan adanya kenaikan harga bahan baku yang sejak awal tahun sangat fluktuatif sebagai imbas dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat beserta kawan-kawannya," kata Stephanus kepada Bisnis, Rabu (23/6/2021).
Menurutnya meski produsen lokal selalu mengutamakan penyerapan bahan baku lokal yang biasanya diambil dari PT Krakatau Steel dan PT Gunung Garuda. Namun, umunya saat ini bahan baku dalam negerintak jarang juga merupakan produk campuran dari impor seperti Posco.
Untuk itu, Stephanus menyebut kondisi pada paruh kedua nantinya akan penuh dengan ketidakpastian. Alhasil, ARFI pun pesimis dapat mencapai target produksi 750.000 ton tahun ini mengingat grafik utilisasi saat ini juga melandai.
"Adanya berbagai insentif dan stimulus tentu kami apresiasi tetapi saat ini yang lebih penting adalah percepatan vaksinasi sebagai upaya pemulihan ekonomi agar demand kembali terungkit," ujarnya.
Baca Juga
Adapun, Stephanus yang juga menjabat sebagau Vice President Tata Metal ini mengatakan startegi pabrikan saat ini umumnya dengan meminimalisir fluktuasi harga. Sementara di Tata Metal, umumnya perseroan memadukan strategi penyediaan bahan baku secara jangka pendek dan jangka panjang.
Artinya, dengan melakukan stok bahan baku atau tidak membeli sama sekali. Selain paling penting bagi perusahaan yakni menjaga komunikasi dengan intens pada supplier. Hal itu agar stok tetap terjaga tetapi harga tidak terlalu naik.