Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk kembali mengevaluasi kebijakan pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil sebesar 100 persen yang diperpanjang hingga Agustus 2021.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai kebijakan insentif PPnBM hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan dampaknya hanya bersifat jangka pendek.
Dia menyampaikan, kinerja industri otomotif telah mengalami kontraksi bahkan sebelum pandemi Covid-19. Penjualan mobil memang mengalami peningkatan yang signifikan pada masa awal pemberian insentif PPnBM tersebut.
Namun pada bulan-bulan berikutnya, di mana diskon PPnBM masih diberikan 100 persen, penjualan mobil mulai mengalami perlambatan.
“Jadi ini mengindikasikan penyelamatan yang dampaknya relatif jangka pendek, perlu ada terobosan yang jangka panjang, jadi tidak hanya melihat target-target jangka pendek,” katanya dalam webinar, Jumat (18/6/2021).
Menurutnya, pemerintah perlu fokus pada kebijakan-kebijakan yang bersifat esensial, yaitu pada sisi kesehatan, untuk menekan peningkatan kasus Covid-19.
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah perlu mempertahankan dan meningkatkan pemberian bantuan sosial pada masyarakat menengah kebawah, juga kepada UMKM menengah ke bawah, terutama pelaku usaha mikro.
Faisal memproyeksikan jika ledakan Covid-19 tidak terkendali dan berlanjut pada kuartal ketiga dan keempat, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali mengalami kontraksi.
Dia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 hanya akan mencapai kisaran 4 hingga 5 persen, lebih rendah dari target pemerintah sekitar 7 persen.